TRIBUNNEWS.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara, Nawawi Pomolango, menyoroti perlunya sanksi tegas bagi pejabat publik yang tidak taat untuk melaporkan harta kekayaannya lewat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Nawawi mengatakan, tidak adanya sanksi tegas membuat adanya puluhan ribu pejabat publik yang mengabaikan LHKPN.
Pernyataannya ini dilandasi oleh tidak adanya pasal yang mengatur pemberian sanksi di UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"Penguatan instrumen LHKPN, UU Nomor 28 Tahun 1999, yang menjadi dasar bagi KPK melakukan pendaftaran serta pemeriksaan LHKPN."
"Namun undang-undang ini tidak menyebutkan sanksi yang tegas, selain sanksi administrasi untuk ketidakpatuhan terhadap kewajiban. Akibatnya, saat ini kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh 10.000 dari 371.000 penyelenggara negara," ujarnya dalam acara Paku Integritas Capres-Cawapres dan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Nawawi mengungkapkan, dalam konteks kasus korupsi, LHKPN hanya dijadikan syarat administratif saja.
Dia pun menyesalkan adanya pejabat publik yang tidak melaporkan LHKPN secara lengkap tetap diangkat menjadi pembantu Presiden.
"Realitanya penyelenggara negara yang tidak menyampaikan LHKPN secara lengkap dan benar, LHKPN-nya tetap diangkat dalam jabatan pembantu presiden atau pejabat publik lainnya," tuturnya.
Terkait hal ini, Nawawi berharap kepada capres-cawapres yang terpilih untuk membuat aturan pemberhentian bagi pejabat publik yang tidak melaporkan LHKPN.
"Untuk itu KPK meminta komitmen nyata dari capres-cawapres, ketika nanti terpilih untuk menguatkan peran LHKPN dengan pemberian sanksi berupa pemberhentian dari jabatan publik kepada pembantu presiden ataupun pimpinan instansi yang lembaganya tidak patuh terhadap kewajiban penyampaian LHKPN secara lengkap," katanya.
Baca juga: Gaya Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud Saat Hadiri Dialog Paku Integritas di KPK
Tak hanya soal kepatuhan, Nawawi juga berharap pejabat publik yang menyembunyikan hartanya dan tidak terdaftar dalam LHKPN agar diberhentikan.
Di sisi lain, dia turut meminta kepada capres-cawapres terpilih agar menjadikan LHKPN menjadi salah satu kriteria ketika akan mengangkat seorang pejabat publik.
"Kami mohon capres-cawapres terpilih nantinya, menjadikan LHKPN dan hasil pemeriksaan LHKPN sebagai salah satu kriteria promosi pengangkatan seseorang dalam jabatan publik."
"KPK siap menyampaikan hasil pemeriksaan LHKPN kepada Presiden untuk ditindaklanjuti," ujarnya.
Sebagai informasi, acara ini dihadiri oleh tiga paslon yaitu capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimiin Iskandar; capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka; dan capres cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Nawawi, sebelumnya, mengatakan bahwa digelarnya acara ini bukan untuk ajang debat ketiga paslon ataupun adu program pemberantasan korupsi dari antar paslon.
"Formatnya tidak dalam bentuk debat, kami pastikan itu tidak ada, juga bukan adu program," kata Nawawi dalam konferensi pers, Selasa (16/1/2024).
Baca juga: Sambangi KPK, Ganjar Pranowo Singgung Track Record dalam Pemberantasan Korupsi
Dia menjelaskan dalam acara ini turut dipaparkan hambatan-hambatan yang dialami komisi anti rasuah selama ini.
"Forum itu kami maksudkan lembaga ingin menyampaikan kepada para calon ini problem apa saja, hambatan apa saja yang kita temukan dalam upaya pemberantasan korupsi," tuturnya.
Dalam acara ini, Nawawi mengatakan setidaknya ada 10 persoalan yang dialami KPK da akan disampaikan kepada ketiga paslon.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024