TRIBUNNEWS.COM - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengajukan cuti jika ingin ikut kampanye.
Bahkan, Cak Imin berharap orang nomor satu di Indonesia itu dapat belajar dari pengalaman Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kalau berpihak (dan ikut kampanye), harus cuti segera. Kita hormat kepada Pak SBY dan (untuk) Pak Jokowi, tolong belajar dari pak SBY," kata Cak Imin sesaat setelah menghadiri Konsolidasi Pemenangan AMIN di Bali bersama Kader Penggerak Perubahan di Sunset 100 Hotel, Badung, Bali, Jumat (26/1/2024).
Dijelaskan Cak Imin, dirinya mengaku sedih dan prihatin atas pernyataan Jokowi yang menjelaskan bahwa presiden boleh berpihak ke pasangan calon (paslon) tertentu dalam Pilpres 2024.
Padahal seharusnya sebagai seorang pemimpin negara, Jokowi dapat netral.
"Ya kita sangat bersedih kalau punya presiden kemudian memilih jalan yang tidak (netral) untuk semua," kata Cak Imin.
Sebagaimana diketahui, pernyataan Jokowi soal keberpihakan dan kampanye menjadi sorotan.
Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menjelaskan kembali bagaimana cara SBY memanfaatkan posisinya untuk berkampanye menjelang akhir masa jabatannya.
Kala itu, di Pemilu 2014, SBY memanfaatkan ketentuan yang diperbolehkan dalam UU Pemilu, yaitu berkampanye untuk peserta pemilu tertentu.
Namun, SBY masih tetap mematuhi ketentuan dengan mengajukan cuti resmi selaku presiden.
Melihat hal itu, Cak Imin mengingatkan Jokowi untuk belajar dari tindakan SBY.
Baca juga: Bantah Beras Bulog Ditempel Stiker Prabowo-Gibran, Airlangga Pastikan Bansos Program Pemerintah
Jokowi: Presiden Boleh Kampanye
Sebelumnya, Jokowi menyebut seorang kepala negara boleh memihak salah satu paslon dalam kontestasi Pilpres 2024.
Tak hanya itu, Jokowi juga berpandangan seorang presiden memiliki hak untuk ikut berkampanye.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat berada di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).
"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja."
"Presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," ujar Jokowi kepada awak media.
Padahal, saat ini putra sulungnya juga ikut dalam kontestasi politik dengan mengajukan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02 mendampingi Prabowo Subianto.
Hal ini tentu membuat munculnya banyak reaksi di masyarakat.
Pasalnya, pernyataan itu disampaikan Jokowi di hadapan Prabowo Subianto.
Kala itu, Jokowi bersama Prabowo dan beberapa menteri lainnya tengah menghadiri agenda peresmian pesawat Super Hercules C-130-J baru.
Prabowo secara simbolik menyerahkan miniatur kunci pesawat Super Hercules C-130-J baru yang kelima kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo.
Sementara Jokowi meresmikan pesawat tersebut dengan tradisi buka tirai logo skadron, pecah kendi di depan ban pesawat, serta siram air kembang di hidung pesawat.
Baca juga: Agenda Capres Hari Ini: Prabowo Serahkan Super Hercules Baru, Anies Kampanye di Cilacap, Ganjar?
Jokowi Disebut Tak Netral
Menanggapi hal ini, aktivis sekaligus CEO Founder Youth Society, Bryan Pasek Mahararta menilai dukungan Jokowi untuk pasangan Prabowo-Gibran semakin terang benderang.
Padahal sebelumnya, Jokowi menegaskan bahwa dirinya netral di Pilpres 2024.
“Presiden sendiri telah menyatakan netral di tahun 2023. Tapi gelagatnya tidak pernah menunjukkan bahwa beliau netral dan hari ini kita lihat beliau menunjukkan bahwa beliau berpihak,” kata dia saat menjadi narasumber diskusi daring bertajuk "Gelagat Presiden Jokowi di Pilpres 2024: Netral atau Tuna Netral?" pada Rabu (24/1/2024) malam.
Bryan menilai sikap Jokowi yang semakin hari semakin menunjukan kepentingan kelompoknya.
Sebagai contoh adanya dugaan rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diduga kuat sebagai jalan meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
“Ya kita lihat keberpihakan Jokowi di Pilpres ini, semakin menunjukan bahwa yang ingin dibangun Jokowi di akhir periodenya yaitu dinasti politik, bukan kesejahteraan sebagaimana dia di awal menjabat,” jelas Bryan.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Mario Christian Sumampow/Fersianus Waku/Muhammad Zulfikar/Hasanudin Aco)