Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengeklaim mereka sudah berupaya dalam merumuskan kebijakan guna mengurangi beban kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Anggota KPU RI, Idham Holik berujar langkah-langkah itu mulai dari batasan usia calon KPPS, penggunaan teknologi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), hingga metode dua panel dalam penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Meski pada akhirnya untuk metode dua panel, dalam rapat konsultasi rancangan Peraturan KPU pemungutan dan penghitungan suara di DPR, pembentuk undang-undang tak menyetujuinya.
"Yang pada akhirnya kini penghitungan suara sama persis dengan yang di pemilu serentak 2019 lalu," jelas Idham saat dikonfirmasi, Jumat (23/2/2022).
Ketua Divisi Teknis KPU RI ini menekankan ihwal mekanisme pelaksanaan pemungutan penghitungan suara itu diatur di dalam Undang-Undang Pemilu.
Teknis pemungutan suara di dalam negeri diatur di Pasal 347-356 serta Pasal 382-390 dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dari sekian 19 pasal yang mengatur teknis pemungutan suara, lanjut Idham, hanya ada satu ayat dalam satu pasal yang mendapatkan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu Pasal 383 ayat (2) yang mana dalam hal penghitungan suara belum selesai dapat diperpanjang tanpa jeda paling lama 12 jam sejak berakhirnya hari pemungutan suara. Putusan MK tersebut bernomor 20/PUU-XVII/2019.
"Dalam prinsip berkepastian hukum dan merujuk pada norma tersebut, artinya pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara pemilu serentak 2024 sama persis dengan pemilu serentak 2019 lalu," pungkasnya.
Kebijakan KPU RI untuk mengurangi beban kerja KPPS dinilai tidak berhasil. Hal itu disampaikan oleh Ketua Tim Pemilu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Pramono Ubaid Tanthowi dalam keterangannya, Rabu (21/2/2024).
Merujuk pada data temuan lapangan Komnas HAM, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan KPU RI, terdapat 3.909 petugas pemilu yang sakit dan 71 petugas meninggal dunia. Kelelahan dan faktor komorbid menjadi penyebab utama.
Salah satu kebijakan terkait penyalinan form C-Hasil secara elektronik dari yang semula manual, ternyata dinilai tidak berhasil menurunkan durasi waktu kerja KPPS. Hal itu mengakibatkan KPPS bekerja melebihi beban kerja yang wajar.
"Sebagian besar KPPS begadang dua malam dan dua hari sejak sehari sebelum hari H untuk mendirikan TPS, hingga dini hari setelah hari H," kata Pramono.
Lebih lanjut, KPU juga disebut tidak memasukkan materi Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) sebagai bagian dari Materi Bimbingan Teknik (bimtek) KPPS. Sehingga KPPS tidak dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi situasi darurat di TPS.
Pramono berujar materi bimtek hanya fokus pada proses pemungutan dan penghitungan suara, termasuk tata cara Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Padahal, materi Bantuan Hidup Dasar direkomendasikan oleh Kemenkes untuk dimasukkan sebagai bagian dari Bimtek KPPS.
Selain itu Komnas HAM KPU juga menyayangkan Surat Edaran KPU tentang panduan penanganan situasi darurat tertanggal 10 Februari 2024, sebab hampir tidak ada jajaran KPU di daerah yang mengetahui surat tersebut.
Tak hanya itu, lingkungan tempat pemungutan suara (TPS) secara umum juga masih dirasa Komnas HAM tidak sehat.
Baca juga: Komnas HAM: Kebijakan KPU Tidak Berhasil Kurangi Beban Kerja KPPS
"Misalnya masih terdapat makanan ringan berupa gorengan, minuman kopi yang berlebihan, juga asap rokok," tutur Pramono.