News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Hak Angket DPR Vs Pansus DPD, Mana yang Lebih Ampuh Usut Dugaan Kecurangan Pemilu?

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa yang tergabung dalam Gerakan Aksi Ummat Melawan (Gaum) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Bawaslu Jabar, Jalan Burangrang, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024). Mereka menolak hasil Pemilu 2024 karena diduga telah terjadi kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di berbagai tahapan pemilihan. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kecurangan Pemilu untuk mengungkap banyaknya dugaan pelanggaran dan kecurangan pada penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024.

Hal itu disepakati oleh para anggota DPD RI dalam Sidang Paripurna DPD RI Ke-9 Masa Sidang IV Tahun Sidang 2023-2024, di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (5/3/2024) yang dipimpin oleh Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

"Komite I yang membidangi soal Pemilu sudah menyatakan sikap terkait kecurangan dalam Pemilu 2024, tetapi ada usulan untuk pembentukan Pansus. Apakah dapat disetujui?," tanya LaNyalla.

Baca juga: Partai Politik Pendukung 01 dan 03 di DPR Tak Kompak Soal Hak Angket, KIPP: Sudah Terprediksi

"Setuju..."

"Mohon Kesekjenan untuk memperhatikan dan mempersiapkan tindak lanjut pembentukan Pansus ini," lanjut LaNyalla.

Pembentukan Pansus tersebut atas usulan yang disampaikan oleh Tamsil Linrung, anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan.

Menurutnya, diperlukan tindaklanjut lebih jauh soal pengaduan tentang pelanggaran dan kecurangan pemilu tidak hanya sebatas disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.

Baca juga: Ini Alasan PPP Belum Putuskan Dukung Hak Angket Usut Pemilu Curang 

"Perlu lebih jauh berpikir untuk membuat Pansus pelanggaran atau kecurangan Pemilu. Jadi tidak sebatas di Komite I, tetapi dibuat lintas komite untuk semua menyampaikan pandangan-pandangannya. Karena mungkin kecurangan ini ada imbasnya kepada teman-teman anggota yang tidak terpilih sekarang," ujar Tamsil Linrung.

Seperti diketahui, DPD RI membentuk posko pengaduan dugaan pelanggaran Pemilu di setiap Kantor DPD RI di Ibukota Provinsi. Upaya itu dilakukan untuk ikut mengawasi pelaksanaan Pemilu Serentak tahun 2024 agar tercipta pemilu yang demokratis, jujur-adil, bebas politik uang, dan legitimate.

Berdasarkan data yang diterima dari Kantor DPD RI di Ibukota Provinsi, bahwa pengaduan yang masuk melalui posko adalah sebanyak 4 (empat) laporan, yaitu dari Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 2 laporan, Sumatera Utara sebanyak 1 laporan dan Maluku sebanyak 1 laporan.

Laporan yang masuk tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku, telah disampaikan Bawaslu. Disamping itu, mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat Pimpinan DPD RI meminta kepada Komite I untuk segera menindaklanjuti dengan mengundang KPU, Bawaslu, DKPP dan Kemendagri. 

Jika dipandang perlu, dapat juga mengundang Kapolri, Panglima TNI, dan Jaksa Agung, dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk meminta penjelasan dan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran dan/atau kecurangan pelaksanaan Pemilu tahun 2024.

Wacana Hak Angket DPR

Hak angket dugaan kecurangan pemilu mulai disuarakan saat pembukaan sidang paripurna DPR RI di Ruang Sidang DPR RI, Senayan, Jakarta pada Selasa (5/3/2024).

Sedikitnya ada tiga fraksi yang mendorong dilaksanakannya hak angket, mereka adalah PDIP, PKS dan PKB.

Anggota DPR RI Fraksi PKS, Aus Hidayat Nur mengatakan hak angket kecurangan pemilu untuk mengklarifikasi sejumlah masalah yang ada dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Apalagi hal ini sudah menjadi sorotan masyarakat.

"Sebagian masyarakat agar DPR RI gunakan hak angket untuk klarifikasi kecurigaan dan praduga masyarakar atas sejumlah masalah dalam penyelenggaran pemilu 2024. Alasannya perlu diingat bahwa Pemilu 2024 merupakan momen krusial bagi bangsa Indonesia," kata Aus saat memberikan instrupsi saat sidang paripurna.

Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah menyuarakan hal yang sama.

Menurutnya jika ada intimidasi apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran dan etika, hingga intervensi kekuasaan, maka tidak bisa dianggap serta merta pemilu selesai saat saat Pemilu telah berakhir jadwalnya.

"Ketika para akademisi para budayawan para profesor, para mahasiswa bahkan rakyat biasa sudah mulai berteriak tentang sesuatu yang dianggap ada kecurangan, maka saya kira alangkah anaknya kalau lembaga DPR hanya diam saja dan membiarkan seolah-olah tidak terjadi sesuatu," ujarnya.

Kemudian, Fraksi PDIP pun menyuarakan hal yang sama. Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Aria Bima mengatakan, lembaga legislator tidak ada taringnya jika tidak berani untuk menggulirkan hak angket dan interpelasi terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.

"Untuk itu, pimpinan, kami berharap pimpinan menyikapi dalam hal ini, mau mengoptimalkan pengawasan fungsi komisi atau interpelasi atau angket, ataupun apapun," kata Aria Bima.

Dia menyatakan hak angket bisa menjadi wadah untuk mengkoreksi pemerintah ke depannya. Dengan begitu, pelaksanaan pemilu ke depan bisa lebih berkualitas.

"Supaya pemilu ke depan, kualitas pemilu ke depan, itu harus ada hak-hak yang dilakukan dengan koreksi, mengkoreksi aturan-aturan kita, maupun mengoptimalkan pengawas," ujarnya.

Baca juga: Gerindra Nilai Pembentukan Pansus oleh DPD RI Tak Akan Pengaruhi Proses dan Hasil Pemilu

Pansus DPD Dinilai Tidak Punya Daya Gedor

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, menilai panitia khusus (pansus) kecurangan pemilu yang dibentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak memiliki kekuatan apapun.

Menurutnya, kekuatan DPD untuk mendalami dugaan kecurangan pemilu tidak memiliki kekuatan yang besar. Sebaliknya, DPD dinilai tidak memiliki daya gedor untuk bisa mengeksekusi kecurangan pemilu 2024.

"Itu tergantung DPD ya. Kasus kecurangan pemilunya seperti apa dibentuk dan kalau saya sih melihatnya tidak punya kekuatan DPD itu. Tidak punya gigi, tidak punya daya gedor untuk bisa katakanlah eksekusi terkait dengan dugaan kecurangan itu," kata Ujang saat dikonfirmasi, Rabu (6/3/2024).

Apalagi, kata Ujang, pembentukan pansus atas usulan yang disampaikan oleh anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan, Tamsil Linrung, itu atas dasar karena dirinya kesal banyak temannya yang kalah dalam Pemilu 2024.

"Ini kan sifatnya personal, itu kan sifatnya pribadi gitu ya. Apa namanya terkait dengan teman-temannya itu yang kalah lalu yang menangnya dianggap curang. Seperti itu. Jadi dalam konteks ini saya sih melihat itu persoalan pribadi dugaan dugaan kecurangan itu," katanya.

"Jadi saya melihat karena kebatianannya seperti itu jadi daya gedor dari pansus itu kayaknya nggak ada bertahan dan lemah," sambungnya.

Lebih lanjut, Ujang menambahkan sejatinya yang memiliki kekuatan untuk mengusut kecurangan pemilu itu merupakan DPR RI. 

"Yang punya power itu kan DPR, yang punya kekuatan itu DPR. Kita memang punya konsep dua kamar ada DPD dan DPR, tapi yang powerful kewenangan itu adanya di DPR RI. Makanya itu kita lihat saja ke depan seperti apa kita harus tunggu saja. Tapi saya mengatakan kekuatannya itu tidak akan besar tidak akan kuat, yang kuat itu ada di hak angket itu," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini