TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP Partai NasDem, Sugeng Suparwoto ingin ambang batas parlemen atau parliamentary threshold naik menjadi 7 persen.
Hal itu disampaikan Sugeng menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta mengubah ambang batas parlemen yang saat ini di angka 4 persen.
Sugeng mengaku, tak sepakat ambang batas parlemen diubah dari 4 persen.
Sugeng menyebutkan, partainya justru ingin agar ambang batas parlemen bisa di angka 7 persen untuk membatasi munculnya terlalu banyak parpol.
"Ambang batas parlemen diperlukan agar ketertiban suara di DPR lebih terfokus dan tidak menjadi ajang kekuasaan Parpol, 7 persen angka yang rasional, agar parlemen diisi oleh dominasi dukungan publik," kata Dedi, Kamis (7/3/2024).
Menurutnya dibandingkan menghapus ambang batas parlemen, lebih baik menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold 20 persen.
"Berbeda halnya dengan presiden, justru yang perlu dihapus adalah ambang batas presiden. Hal ini karena presiden mewakili langsung publik, sementara parlemen tidak, mereka mewakili parpol," tegasnya.
Usulan itu mendapat pro dan kontra dari sejumlah pihak.
Kritikan di antaranya datang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
PSI
Politikus PSI, Ade Armando, menolak usulan Partai NasDem soal ambang batas parlemen atau parliamentary thresold naik menjadi tujuh persen di Pemilu 2029.
Baca juga: Ikut Arahan Megawati, Kubu Ganjar-Mahfud Bakal Gulirkan Hak Angket dan Gugatan ke MK
Ade menilai, angka itu terlalu tinggi bagi partai baru atau non petahanan di parlemen.
"Angka 7 persen untuk konteks Pemilu di Indonesia saat ini menurut saya sama sekali tidak bisa diterima," kata Ade dalam program Overview Tribunnews.com, Kamis (7/3/2024).
Menurut Ade angka 7 persen itu sengaja diusulkan semata-mata hanya karena partai-partai besar tak ingin tergeser di Parlemen.
Menurutnya, aturan ambang batas dinilai menghalau partai baru untuk berlenggang ke Senayan dan hanya menguntungkan posisi partai petahana di DPR.