TRIBUNNEWS.COM - Ganjar Pranowo mengungkapkan alasannya mengajukan gugatan hasil Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada Rabu (27/3/2023) ini, Ganjar menegaskan, menolak semua bentuk penindasan dan intimidasi.
Capres nomor urut tiga itu, juga menyebut pihaknya menggugat lebih dari sekadar kecurangan dalam tiap tahapan pemilu.
“Kami menggugat dan lebih dari sekadar kecurangan dalam tiap tahapan pemilihan presiden yang baru, lalu yang mengejutkan bagi kita semua adalah benar-benar menghancurkan moral adalah menyalahgunakan kekuasaan,” ungkapnya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu.
“Saat pemerintah menggunakan segala sumber daya negara untuk mendukung kandidat tertentu, saat aparat keamanan digunakan untuk membela kepentingan politik pribadi, maka itulah saat bagi kita untuk bersikap tegas bahwa kita menolak semua bentuk intimidasi dan penindasan," lanjutnya.
Lebih lanjut, Ganjar menolak segala pengkhianatan terhadap semangat reformasi.
"Kita menolak dibawa mundur ke masa sebelum reformasi. Kita menolak pengkhianatan terhadap semangat reformasi," tuturnya.
“Kami menggugat sebagai bentuk dedikasi kami untuk menjaga kewarasan, untuk menjaga agar warga tidak putus asa terhadap perangai politik kita,” ucapnya, dikutip dari Youtube Mahkamah Konstitusi RI.
Hal itu, kata Ganjar, juga untuk menjaga impian semua warga negara tentang Indonesia yang lebih mulia.
"Ini impian yang harus kita kejar, agar setiap langkah kita meninggalkan jejak tak terlupakan bagi masa depan yang lebih baik," terang Ganjar.
Diketahui, pihak Ganjar Pranowo telah mengajukan gugatan Pilpres pada Sabtu (23/3/2024).
Kini, ia dan timnya tengah mengikuti sedang gugatan Pilpres di Gedung MK.
Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres di MK, Mahfud: Jangan Ada Persepsi Pemilu Hanya Dimenangkan Kubu Berkuasa
Sebelumnya, Ganjar Pranowo - Mahfud MD berangkat dari Hotel Mandarin Oriental, Menteng, Jakarta Pusat, sekira pukul 11.37 WIB.
Ganjar-Mahfud berangkat beserta puluhan kuasa hukum, seperti Todung Mulya Lubis, Henry Yosodiningrat hingga Firman Jaya Daeli.