TRIBUNNEWS.COM - Saksi dari kubu capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menyampaikan kesaksiannya dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/4/2024).
Ada dua saksi dari kubu Anies-Muhaimin yang menyoroti adanya faktor Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan gelontoran bantuan sosial (bansos) yang dibagikan menjelang Pilpres 2024 digelar.
Kedua saksi tersebut merupakan ekonom dari Universitas Indonesia (UI) yaitu Vid Adrison dan Faisal Basri.
Vid menyampaikan bahwa faktor Jokowi dan bansos diduga mampu menaikan suara dari capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sementara, Faisal lebih menyoroti faktor bansos saja yang menurutnya menjadi alat untuk melakukan praktik politics pork barrel atau politik gentong babi.
Suara Prabowo-Gibran hanya 42 Persen jika Tak Didukung Jokowi dan Bansos
Vid Adrison mengungkapkan lonjakan suara yang diperoleh Prabowo-Gibran lantaran adanya dukungan dari Jokowi dan gelontoran bansos.
Menurutnya, jika tidak ada dukungan semacam itu, maka raihan suara Prabowo-Girban tidak bakal mencapai 58 persen suara sah nasional.
Vid menilai, seharusnya raihan suara Prabowo-Gibran hanya di kisaran 42 persen atau 65.598.746 suara.
Baca juga: Yusril Sebut Upaya PDIP Gugat Kecurangan Pilpres 2024 ke PTUN Prematur dan Bakal Ditolak
Sehingga, sambungnya, dukungan Jokowi dan bansos diduga menyumbang raihan suara mencapai 26.615.945 bagi Prabowo-Gibran.
"Saya berusaha untuk mengkalkulasi berapa dampaknya dengan memperhitungkan berapa total (daftar pemilih tetap) per provinsi, kemudian berapa tambahan suara akibat dukungan presiden dan bansos, maka diestimasi ada tambahan 26 juta suara untuk pasangan 02," ujar Vid dalam sidang dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI.
Hitung-hitungan tersebut, kata Vid, selaras dengan elektabilitas Prabowo-Gibran dalam hasil survei dari Charta Politika pada rentang 4-11 Januari 2024 yaitu 42,2 persen.
Alhasil, dia pun menyimpulkan adanya hubungan antara kemiskinan dengan persentase perolehan suara yang didukung oleh petahana.
"Bahwa kebijakan pemerintah yang ditargetkan kepada kelompok masyarakat miskin seperti bansos akan meningkatkan perolehan suara petahana atau kandidat yang didukun oleh petahana," tutur Vid.
Adapun pernyataan tersebut dibuktikan Vid lewat data yang dimilikinya terkait wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi bakal memperoleh persentase yang tinggi pula ketika didukung oleh petahana,
Vid pun mencontohkan ketika provinsi dengan tingkat kemiskinan 10 persen, maka ada peningkatan margin sebesar 6-9 persen antara suara pemenang dengan total suara seluruh kandidat.
Dia mengatakan data itu baru mencakup dampak dari gelontoran bansos rutin dan belum meliputi dampak dari bansos ad hoc seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino hingga BLT Mitigasi Risiko Pangan yang sempat disalurkan pada awal Januari-Februari 2024 lalu.
"Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi, pengangguran, dan yang lainnya, bansos itu bisa diklaim sebagai hasil dari kebijakan pemerintah."
"Masyarakat tidak bisa menyangkal bahwa bansos tersbeut dari pemerintah atau dari pihak yang lain, bukan atas kerja mereka atau pihak yang lain," ujar Vid.
Politisasi Bansos Lewat Pernyataan Airlangga hingga Zulhas
Pada kesempatan yanga sama, ekonom senior dari UI, Faisal Basri turut menyoroti soal bansos tetapi berdasarkan pernyataan dari tiga menteri Jokowi yaitu Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto; Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia; dan Menteri Perdagangan (Mendag), Zukifli Hasan atau Zulhas.
Faisal menganggap tiga menteri tersebut telah aktif menyerukan bahwa bansos merupakan pemberian dari Jokowi.
Meski menurutnya banyak menteri menyuarakan hal sama, tetapi Airlangga, Bahlil, dan Zulhas menjadi tiga menteri yang paling vokal menyuarakan hal tersebut.
"Jadi, sudah uangnya ada, tapi kurang magnetnya, harus ditujukan ini loh yang ngasih secara demonstratif, maka Airlangga Hartarto misalnya dan banyak menteri lagi lah, tapi yang paling vulgar, Airlangga Hartarto, Bahlil, dan Zulkifli Hasan," kata Faisal.
Adapun pernyataan Faisal itu berkaca dari permintaan Airlangga hingga Zulhas agar masyarakat berterima kasih kepada Jokowi lantaran telah menyalurkan bansos.
"Dikatakan juga oleh Menteri Investasi, Pak Bahlil bahwa silakan saja bikin sendiri Bu Risma (pembagian bansos)."
"Dipikir semua menteri mentalitasnya, moralitasnya seperti dia, Bu Risma tidak, tidak mau mempolitiasi bansos," kata Faisal.
Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres 2024, Ahli: Kunjungan Jokowi Efektif Tingkatkan Suara Prabowo
Alhasil, Faisal pun menyebut penggelontoran bansos yang disalurkan menjelang Pilpres 2024 merupakan praktik dari pork barrel politics atau politik gentong babi kepada masyarakat miskin.
Pernyataannya itu, menurutnya, berdasarkan masih masifnya penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin ekstrem, miskin, hingga rentan miskin.
"Jadi santapan yang memang ada di depan mata para politisi, karena mereka lebih sensitif tentu saja terhadap pembagian-pembagian sejenis bansos, utamanya bansos yang ad hoc sifatnya," ujarnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024