Ketiga, pembagian bansos, beasiswa, sertifikat tanah, pembagian uang, peresmian-peresmian sarana/prasarana yang berdampak pada masyarakat, harus diatur ulang waktunya agar tidak tumpang tindih di masa-masa kampanye.
"Tentu saja masih banyak aspek lainnya yang harus direvisi dalam UU Pemilu, termasuk lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku politik uang dalam pemilu. Fenomena ini harus dicari akar masalahnya agar konstruksi UU Pemilu mampu menjawab soal ini," tandasnya.
Baca juga: DPR Nilai Pengamanan Pemilu 2024 Lebih Baik dari Sebelumnya
Masih Banyak Kelemahan, MK Harap Pemerintah dan DPR Revisi UU Pemilu
Diberitakan sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengatakan masih banyak kelemahan pada UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Hal itu disampaikan Suhartoyo saat menyampaikan pembacaan pertimbangan putusan yang diajukan paslon capres dan cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskadar.
Suhartoyo mencontohkan kelemahan itu membuat Bawaslu sulit melakukan penindakan saat terjadi pelanggaran pemilu.
“Sehingga pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara pemilu khususnya bagi Bawaslu dalam upaya penindakan terhadap pelanggaran pemilu," kata Suhartoyo di Ruang Sidang MK RI, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Suhartoyo menjelaskan, UU pemilu belum memberikan pengaturan terkait dengan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai dampaknya yang dilakukan sebelum dan setelah masa kampanye dimulai.
Padahal, lanjut dia, pasal 283 ayat 1 UU Pemilu telah menyebutkan larangan bagi pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan Negeri serta ASN untuk mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu, sebelum selama dan sesudah masa kampanye.
“Namun pasal-pasal berikutnya dalam UU Pemilu tersebut tidak memberikan pengaturan tentang kegiatan kampanye sebelum maupun setelah masa kampanye, ucap dia.
Suhartoyo menyebut, ketiadaan pengaturan tersebut memberikan celah bagi pelanggaran pemilu yang lepas dari jeratan hukum atau pun sanksi administrasi.
Sehingga menurut MK lebih baik DPR dan pemerintah sebagai pembentuk Undang-undang untuk merevisi UU Pemilu.
“Demi memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksanaan pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah selanjutnya, menurut mahkamah ke depan pemerintah dan DPR penting melakukan penyempurnaan terhadap undang-undang Pemilu, undang-undang Pemilukada maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye baik berkaitan pelanggaran administratif dan jika perlu pelanggaran pidana Pemilu,” pungkasnya.