TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menemukan adanya perbedaan data jumlah permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Legislatif di Mahkamah Konstitusi (MK).
Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz mengatakan, didapati data dari Tim Pemantauan PHPU Perludem sebanyak 263 permohonan teridentifikasi.
Sedangkan, data di website Mahkamah Konstitusi sebanyak 285 permohonan.
Ia menjelaskan, perbedaan itu terjadi karena kesulitan pendataan yang dialami Perludem lantaran struktur nomor perkara di situs MK kerap berubah.
"Perbedaan data ini dikarenakan sulitnya pendataan karena website MK terkait dengan perkara permohonan selalu berubah struktur nomor perkara," kata Kahfi, dalam diskusi media bertajuk 'Peluncuran Hasil Pemantauan Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif di Mahkamah Konstitusi', di Jakarta Pusat, pada Senin (20/5/2024).
Sementara itu, Perludem juga mencatat jumlah pemohon berdasarkan nomor urutnya di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.
Kahfi menyebut, teridentifikasi sebanyak 140 perkara, sedangkan sisanya 145 perkara tidak teridentifikasi nomor urut pemohon.
Ia menjelaskan, pihaknya menemukan, bahwa tiga besar perkara terbanyak diajukan oleh pemohon dengan caleg nomor urut kecil, yakni 49 pekara diajukan oleh pemohon dengan caleg nomor urut 2.
"39 Perkara diajukan oleh pemohon dengan caleg nomor urut 1, sisanya 14 perkara diajukan oleh pemohon dengan caleg nomor urut 3," kata Kahfi.
Baca juga: Sengketa Pileg, Hakim MK: Ada Putusan Dismissal Perkara yang Perlu Dilanjut dan Langsung Diputus
Sebagai informasi, sidang PHPU Legislatif 2024 masih berproses di MK.
Peradilan yang dijuluki 'The Guardion of Constitution' itu ditargetkan harus memutus seluruh perkara sengketa pileg, pada 10 Juni 2024 mendatang.