Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan, praktik kecurangan pemilu masih berpotensi terjadi di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 mendatang.
Ray menyoroti pendapat Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan sengketa Pilpres 2024 terkait tidak terbuktinya praktik kecurangan pemilu berupa pembagian bantuan sosial (bansos) oleh kubu pasangan calon nomor 02, Prabowo-Gibran.
Baca juga: Golkar Prioritaskan Kapolda Jateng di Pilkada, Duet Irjen Ahmad Luthfi-Siti Atikoh Melejit di Survei
Ray mengatakan, dalam membuat putusan, MK sebagai peradilan tentu memerlukan alat bukti. Namun, dalam konteks praktik kecurangan pemilu ini, menurut Ray, sulit untuk ditentukan salah atau benar jika hanya mengandalkan alat bukti.
Menurutnya, MK perlu menggunakan pendekatan yang tidak kaku dalam menentukan putusan soal bansos di Pemilu 2024.
"MK itu mengatakan enggak bisa terbukti nih bansos. Mana ada orang yang mengatakan bahwa dia terima (bansos), dia memilih si A itu karena dia terima bansos, kan enggak ada. Kan enggak ada juga WA, surat, bahwa bansos itu sengaja disebarkan karena si pemberi butuh suara. Kan enggak ada," kata Ray, dalam diskusi bertajuk 'Buruk Pilpres, Akankah berlanjut di Pilkada?', di Jakarta Selatan, pada Jumat (21/6/2024).
Baca juga: Siapa yang Dampingi Bobby di Pilkada Sumut, Bupati Serdang Bedagai atau Putri Akbar Tanjung?
Terlebih, ia juga menyinggung teguran MK kepada Bawaslu soal ketidaktegasan menindak praktik pembagian bansos. Di mana menurut Ray, Bawaslu juga menyatakan tidak menemukan bukti terkait praktik pembagian bansos.
"Pertanyaannya kepada hakim konstitusi, gimana caranya membuktikan bahwa ada praktik politik bansos?" ujar Ray.
Dengan demikian, Ray menilai, soal praktik kecurangan pemilu masih berpotensi akan terjadi, ketika MK masih menggunakan pendekatan yang mengharuskan adanya alat bukti secara nyata.
"Apa yang bisa kita prediksi (soal kecurangan pemilu) 2024 di Pilkada ini juga akan berlaku yang sama," ucapnya.
Lebih lanjut, dengan pendekatan pembuktian seperti yang dikehendaki MK tersebut, menurut Ray, ada kekhawatiran Pilkada 2024 membuka pintu semakin merajalelanya dinasti politik atau nepotisme politik.
Hal tersebut dikarenakan pembuktian kecurangan pemilu di MK, yang menurut Ray begitu sulit.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak sengketa pilpres yang diajukan oleh pemohon I, yakni kubu paslon I Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Hal tersebut sebagaimana amar putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo (MK), di gedung MK, Jakarta.