Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menerima permohonan yang meminta diubahnya pasal tentang larangan mantan Gubernur menjadi calon Wakil Gubernur di daerah yang sama.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan hal tersebut dalam sidang putusan perkara nomor 71/PUU-XXII/2024, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Permohonan 71 tersebut dimohonkan oleh mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Isdianto.
Mahkamah Konstitusi menilai permohonan pemohon tidak jelas atau kabur.
"Permohonan pemohon tidak dapat diterima," ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
MK menyebut permohonan yang dibuat pihak Isdianto tidak sesuai dengan sistematika yang telah diatur oleh MK.
Misalnya, penulisan petitum yang dianggap tidak jelas.
"Petitum pemohon tidak sesuai dengan rumusan petitum sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf d PMK 2/2021, Mahkamah berpendapat permohonan a quo tidak jelas atau kabur (obscuur)," tutur Wakil Ketua MK Saldi Isra, membacakan pertimbangan hukum Putusan 71.
Baca juga: Hasto PDIP Tersenyum Sikapi Putusan MK Ubah Syarat Pencalonan Pilkada
Isdianto sebelumnya sempat memperbaiki permohonannya berkenaan aturan larangan mantan gubernur menjadi calon wakil gubernur (cawagub).
Dalam tahap perbaikan permohonan itu, Isdianto meminta agar Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada yang pada intinya agar gubernur yang hanya menjabat 2,5 tahun bisa maju menjadi cawagub.
Adapun petitumnya, sebagai berikut:
3. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf o dan penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, atau setidak-tidaknya menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf o dan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi syarat belum pernah menjabat satu periode masa jabatan sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur untuk waktu jabatan kurang dari 2,5 tahun.
Baca juga: DPR Apresiasi Putusan MK soal Ambang Batas Pilkada, Bisa Kurangi Politik Transaksional
Dalam berkas permohonannya, Isdianto mengaku merasa dirugikan dengan keberlakuan syarat calon kepala daerah belum pernah menjabat di daerah yang sama sebelumnya tersebut.
Sebab, di Pilkada 2024 ia merencanakan mengikuti Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Riau pada November 2024 mendatang sebagai Calon Wakil Gubernur.
Pemohon menjelaskan, ia pernah menjabat sebagai Gubernur Kepulauan Riau Sisa Masa Jabatan 2016-2021 selama 7 bulan.
Pemohon hanya menjabat sebagai Gubernur selama 7 bulan, yaitu mulai dari 27 Juli 2020 sampai 25 Februari 2021.
Pengangkatan Isdianto sebagai Gubernur bermula setelah Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun ditangkap oleh KPK dalam operasi tangkap tangan terkait dugaan suap dan grafitikasi pada 10 Juli 2019 di Tanjungpinang.
Kemudian Isdianto diangkat sebagai Plt Gubernur Kepulauan Riau berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 121.21/6344/SJ, tertanggal 12 Juli 2019 sampai 26 Juni 2020.
Baca juga: MK Peringatkan KPU Jika Tetap Loloskan Calon Kepala Daerah yang Tak Penuhi Syarat
Selanjutnya, Isdianto diangkat sebagai Wakil Gubernur Kepulauan Riau berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44/P Tahun 2018 tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Gubernur Kepulauan Riau Sisa Masa Jabatan Tahun 2016-2021, tertanggal 14 Maret 2018.
Adapun Isdianto diangkat sebagai Wakil Gubernur Sisa Masa Jabatan 2016-2021 dikarenakan Wakil Gubernur sebelumnya atas Nurdin Basirun diangkat sebagai Gubernur Kepulauan Riau menggantikan Gubernur sebelumnya atas nama Muhammad Sani wafat pada 8 April 2016.
Sebagai informasi, Nurdin Basirun adalah Gubernur Kepulauan Riau yang menjabat sejak 25 Mei 2016 hingga 13 Juli 2019.
Nurdin pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Kepulauan Riau periode 12 Februari 2016 hingga 9 April 2016.
Berdasarkan hitungan masa jabatan Pemohon sejak menjabat sebagai PLT Gubernur Kepulauan Riau dan Gubernur Kepulauan Riau Sisa Masa Jabatan 2016-201, maka masa jabatan Pemohon menjabat sebagai Plt Gubernur Kepulauan Riau dihitung dari 12 Juli 2019 sampai Juli 2020 atau 12 bulan dan masa jabatan Gubernur Kepulauan Riau dihitung dari 27 Juli 2020 sampai 25 Februari 2021 atau tujuh bulan waktu sebagai Gubernur.
"Dengan demikian, masa jabatan (Pemohon Isdianto) sejak PLT Gubernur sampai Gubernur hanya satu tahun tujuh bulan atau 19 bulan," kata Isdianto dalam surat permohonannya, Rabu (26/6/2024).
Baca juga: MK Ubah Syarat Calon Kepala Daerah, Said Iqbal: Anies Cukup Diusung PDIP, Partai Buruh dan Hanura
Isdianto menambahkan, merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009 yang mengujikan Pasal 58 huruf o Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang satu dari enam amar putusannya berbunyi: "Menyatakan masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan."
Berdasarkan Putusan MK tersebut, terdapat fakta hukum bahwa Isdianto hanya menjabat sebagai Plt Gubernur Kepulauan Riau sampai menjadi Gubernur Definitif Sisa Masa Jabatan 2016-2021 hanya satu tahun tujuh bulan atau 19 bulan, sehingga tidak masuk hitungan “satu periode masa jabatan”.
Selain permohonan Isdianto, ada gugatan Lain yang serupa juga tidak diterima MK.
Gugatan itu diajukan oleh John Gunung Hutapea, Deny Panjaitan, Saibun Kasmadi Sirait, dan Elvis Sitorus.
MK menegaskan permohonan yang terdaftar dengan perkara 73/PUU-XXII/2024 itu tidak dapat diterima.
Menurut Mahkamah, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
Terlebih, para pemohon belum pernah menjabat sebagai kepala daerah.
Baca juga: Cegah Calon Tunggal di Pilkada, Parpol Diminta Manfaatkan Putusan MK
Dalam bagian kedudukan hukum, para pemohon hanya menyebut, mereka mengajukan gugatan sebagai warga negara yang membayar pajak.
Terkait hal itu, MK mengatakan, pasal yang digugat tidak membuat kerugian atau menghalangi hak konstitusional apapun terhadap para pemohon yang kedudukannya sebagai pembayar pajak.