News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2024

Baleg DPR Gelar Rapat Bahas Putusan MK & RUU Pilkada, PDIP: Tak Masuk Akal MK Dikoreksi Lembaga Lain

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Politikus PDI-P Chico Hakim (kiri) dalam konferensi pers di Sekolah Partai, Lenteng Agung sebelum peringatan HUT ke-51 PDI-P, Rabu (10/1/2024). | Juru Bicara PDI Perjuangan (PDI-P) Chico Hakim memberikan tanggapannya soal DPR yang menggelar rapat untuk membahas putusan MK terkait Pilkada.

TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara PDI Perjuangan (PDI-P) Chico Hakim mengungkap reaksinya soal DPR yang menggelar rapat untuk membahas putusan MK terkait Pilkada dan RUU Pilkada pada hari ini, Rabu (21/8/2024).

Diketahui sebelumnya MK mengeluarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024, yang berisikan perubahan ambang batas pencalonan kepala daerah.

Terkait putusan MK tersebut, Chico pun meminta semua pihak untuk bisa mematuhinya.

“Kami berharap bahwa kita semua patuh pada konstitusi kita dan menjalankan apa yang sudah menjadi putusan dari MK."

"Ini bukan masalah menghargai, menghormati putusan atau suka atau tidak suka, tapi ini adalah tentang kepatuhan,” kata Chico dilansir Kompas.com, Rabu (21/8/2024).

Lebih lanjut, Chico menegaskan bahwa MK adalah lembaga negara yang berhak mengoreksi undang-undang yang dihasilkan oleh DPR.

Untuk itu Chico merasa aneh jika putusan MK dikoreksi lagi oleh lembaga negara lain, termasuk DPR.

"Tentu cukup tidak masuk akal apabila sebuah putusan dari MK kemudian dikoreksi lagi oleh lembaga lain, apa pun itu lembaganya,” ungkap Chico.

Menurut Chico, putusan MK yang telah mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah ini merupakan langkah progresif yang berpihak pada rakyat dan demokrasi.

Adanya putusan MK tersebut juga memberikan ruang untuk keberagaman pilihan di Pilkada 2024.

“Keputusan MK kita lihat memang sangat progresif dan berpihak pada rakyat dan demokrasi yaitu memberikan ruang untuk adanya keberagaman dalam pilihan di Pilkada 2024,” tutur Chico.

Baca juga: PDIP Terjegal di Pilkada Jakarta, Baleg DPR Putuskan Pilkada Hanya untuk Parpol Tak Lolos DPRD

Sebagai informasi, Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menggelar rapat dengan tiga tahapan agenda.

Rapat pertama digelar pukul 10.00 WIB berupa Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD RI.

Dalam rapat tersebut akan ada Pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada)

Kemudian pukul 13.00 WIB digelar (Rapat Panja) Pembahasan RUU Pilkada.

Terakhir, rapat ketiga pukul 19.00 WIB diisi dengan Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD RI dalam rangka Pengambilan keputusan atas hasil Pembahasan RUU Pilkada.

MK Enggan Komentar Soal Rapat Baleg DPR Hari Ini

Mahkamah Konstitusi (MK) enggan berkomentar terkait rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah.

Rapat dengan agenda pembahasan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tersebut, digelar pada Rabu (21/8/2024) hari ini.

Diketahui, muncul dugaan mengenai rapat Baleg kali ini bertujuan untuk menganulir putusan MK terkait ambang batas pencalonan Pilkada.

Juru Bicara MK, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan, hal tersebut merupakan urusan pembentuk Undang-undang (UU), dalam hal ini pemerintah dan DPR.

Sehingga, katanya, MK tidak berwenang untuk mengomentari hal tersebut.

"MK tidak boleh komen terhadap RUU yang sedang dibahas pembentuk UU," ucap Enny, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu pagi.

Baca juga: Baleg DPR Tetapkan Pelantikan Kepala Daerah Hasil Pilkada Dilakukan Bertahap Mulai Februari 2025

DPR Bantah Rapat Baleg Digelar untuk Anulir Putusan MK

Sebelumnya, Anggota Baleg DPR RI Fraksi PAN, Yandri Susanto membantah rapat Baleg kali ini bertujuan untuk menganulir putusan MK terkait ambang batas pencalonan Pilkada.

Yandri menegaskan, rapat hari ini untuk membahas hasil putusan MK agar bisa ditafsirkan secara jelas.

"Kami enggak mungkin menganulir MK, kami ingin menyadur itu biar terang benderang, tidak ada tafsir yang liar, oleh penyelenggara KPU maupun pasangan calon yang ingin berkontestasi di Pilkada, inilah redaksinya," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Yandri menyatakan, pada dasarnya DPR menghormati putusan MK.

Dirinya menilai, secara hukum, putusan MK itu dapat langsung berlaku.

Namun DPR dinilai perlu melakukan pendalaman terkait putusan MK agar bisa diakomodasi dalam RUU Pilkada.

"Ya, itu secara otomatis memang keputusan MK bisa berlaku. Tapi ini kan pendaftaran masih tanggal 27. DPR dan pemerintah masih punya waktu untuk menyadur itu ke dalam Undang-undang Pilkada, sehingga itu bisa benar-benar menjadi payung hukum KPU, termasuk nanti membuat PKPU yang baru," pungkasnya.

Baca juga: Baleg DPR Setujui Ambang Batas 7,5 Persen Bisa Usung Cakada Hanya untuk Parpol Non-Seat di DPRD

Sebagaimana diketahui, MK mengabulkan bagian pokok permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora terkait norma UU Pilkada yang mengatur ambang batas pengusungan calon di Pilkada.

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 6,5 persen (enam setengah persen) di provinsi tersebut;

Baca juga: Rapat Baleg DPR Hari Ini, PDIP Terancam Tak Bisa Usung Calon Sendiri di Pilkada Jakarta

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poitik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut."

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ibriza Fasti Ifhami/Choirul Arifin)(Kompas.com/Ruby Rachmadina)

Baca berita lainnya terkait Pilkada Serentak 2024.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini