News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilgub DKI Jakarta

Eksklusif Pramono Anung: Kelola Dapur Presiden Jokowi hingga Drama Kronologi Maju Pilkada Jakarta

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bakal Calon Gubernur Jakarta Pramono Anung melakukan sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2024). Dalam wawancara tersebut, Pramono Anung menjelaskan tentang proses penunjukan dirinya dari PDIP untuk maju dalam Pilkada Jakarta. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN

(T): Jadi maksudnya dinamika politik di Pilpres dan Pileg agak berbeda ya?

(J): Agak berbeda. Bahwa beberapa daerah pertarungannya akan ketat, termasuk di Jakarta, menurut saya iya.

(T): Banyak orang beranggapan bahwa dalam Pilkada kali ini PDI Perjuangan itu nggak siap karena pendadakan gara-gara putusan MK itu?

(J): Memang Putusan MK itu tidak terbayangkan. Bukan hanya kepada PDI Perjuangan, tapi kepada seluruh partai. Maka kenapa kemudian di Banten berubah, Jawa Barat berubah, Jawa Timur berubah, Lampung berubah. Ya karena keputusan MK, semua partai politik tidak siap. Sehingga terjadi regrouping baru beberapa yang kemudian, terutama di tingkat 2 ya.
Paling banyak sebenarnya kita bekerjasama dengan Gerindra. Baru kemudian dengan Golkar, tapi paling banyak kita dengan Gerindra.

(T): Kenyataannya begitu ya?

(J): Iya. Jadi saya melihat bahwa tidak ada, ini lebih dinamis, tidak ada regrouping yang ini Kim, non-Kim. Itu nggak ada. Jadi dinamikanya memang betul-betul. Tergantung di daerah itu sendiri. Tergantung di daerah itu. Tergantung di daerah itu sendiri.

Bakal Calon Gubernur Jakarta Pramono Anung (kiri) melakukan sesi foto usai wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra (kanan) di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2024). TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN (TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN)

(T): Sebagai orang yang dekat dengan Pak Jokowi, dekat pula dengan Bu Mega, dengan ketua partai politik, apakah anda melihat ada cawe-cawe presiden dalam tanda petik dalam penentuan calon di Pilkada Serentak ini?

(J): Pilkada ini totally berbeda dengan Pilpres dan Pileg. Bahwa ada yang masih mengatakan itu ya, ini kan negara demokrasi. Boleh-boleh saja. Tetapi konteksnya sudah berbeda banget. Karena yang seperti saya katakan tadi, dulu di Pilpres maupun di Pileg kompetisinya kan memang partai dan 3 Pilpres ini. Kalau sekarang kan kompetisinya begitu luas dan bercampur baur.
Bisa aja PDI Perjuangan dengan Golkar, tiba-tiba PDI Perjuangan dengan Gerindra, bahkan PDI Perjuangan dengan partai-partai yang di luar dugaan.

(T): Selain Anda, ada satu menteri lagi dari PDIP yang maju kontestasi, yakni Bu Risma. Apakah dalam konteks itu Anda dan Bu Risma melakukan koordinasi meskipun daerahnya beda?

(J): Ya saya ini kan dilahirkan di Kediri, warga Jawa Timur lah dulunya. Tentunya komunikasi di internal partai itu pasti dilakukan. Termasuk ketika saya mendaftarkan, Bu Risma ikut nganter. Dan Pak Ahok yang nganter.
Jadi di kami ini hal yang biasa lah bahwa apa yang bisa kita kerjasamakan sebagai gagasan, ide, program itu pasti kita lakukan.

(T): Ada beberapa fenomena di dalam Pilkada ini seperti regrouping yang Anda sebut. Tapi satu isu lain yang paling menarik yakni lawan kota kosong. Masih banyak ini lawan kota kosong. Kayak di Surabaya, lawan kota kosong. Anda melihat fenomena ini apa sih? Biasa saja atau memang set-up sehingga kemudian supaya menang mudah?

(J): Anak saya ketika maju pertama kali, dia ketika maju umur 28 lawannya kotak kosong. Karena kenapa kotak kosong? Karena mereka berpikir, sudahlah di situ memang basisnya keluarganya Pramono Anung. Dan itu memang realitanya seperti itu.
Nah dengan keputusan MK ini, karena sekarang partai dengan 7,5% bisa mencalonkan, maka saya bilang ke anak saya, lebih baik kamu ada lawannya. Nggak apa-apa. Jadi semua, kalau di Kabupaten Kediri hampir semuanya mencalonkan anak saya, lawannya hanya satu dua partai begitu.
Dan itu terjadi dan menurut saya nggak apa-apa. Dan itu bagian dari demokrasi kita. Bahwa di Jawa Timur itu ada beberapa daerah yang lawannya kotak kosong. Seperti Surabaya, Ngawi juga mungkin kotak kosong.

(T): Jadi menurut Anda itu biasa saja ya?

(J): Biasa saja menurut saya. Tapi hampir semua partai terkejut. Dan saya sendiri juga terkejut. Misalnya di Surabaya yang bayangannya pada waktu itu hanya Mbak Khofifah sendiri, tiba-tiba ada Bu Risma, tiba-tiba ada Mbak Luluk. Menurut saya ini tiga srikandi bertarung di Jawa Timur luar biasa. Basis yang NU lagi.

(T): Sebagai politisi tulen, dan ini memang wilayah Jakarta titiknya tidak sebanyak Jawa Barat, dan seterusnya. Nah, ini kan tetap perlu ada komandan lapangan, kayak ketua tim kampanye. Apakah Anda akan membentuk tim kampanye sendiri atau mengikut tim kampanye yang sudah disediakan oleh partai?

(J): Enggak, saya karena mau bertarung, saya sudah berkonsultasi dengan Ibu Ketua Umum, dengan Sekjen. Awalnya memang saya ingin Adian Napitupulu yang menjadi komandan. Tetapi karena melihat dinamika yang ada, tadi pagi saya juga sudah rapat dengan tim yang ada. Karena saya sampaikan, yang akan saya ajukan adalah seorang public figure yang bisa diterima di DKI Jakarta. Tetapi siapanya nanti akan saya sampaikan kemudian.

(T): Ada orang berpendapat bahwa nantinya yang akan lebih banyak tampilnya itu, Bang Rano. Karena dia memang sudah akrab dengan orang Jakarta, apalagi dia seorang public figure sekaligus politisi. Apakah benar seperti itu?

(J): Enggak. Dengan saya sekarang ini hampir setiap hari bisa lima stasiun TV, ataupun muncul lagi ke publik berkali-kali, saya tentunya juga menyosialisasikan diri saya.
Maka kenapa saya ini fighter? Karena saya juga enggak mau bahwa dalam Pilgub ini enggak sukses. Sehingga saya dengan Bang Rano sudah berbagi tugas, berbagi wilayah, berbagi cara. Karena tidak semua bisa saya masuk dan tidak semua bisa Bang Rano masuk. Kami berdua kebetulan saling melengkapi.

Bakal Calon Gubernur Jakarta Pramono Anung melakukan sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2024). Dalam wawancara tersebut, Pramono Anung menjelaskan tentang proses penunjukan dirinya dari PDIP untuk maju dalam Pilkada Jakarta. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN (TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN)

(T): Jika Anda terpilih, kira-kira apakah nanti Anda akan melakukan semacam pembagian tugas dengan Bang Rano, sehingga kemudian, kan sekarang ini agak sensitif ketika hubungan gubernur dan wakil gubernur itu kalau tidak disepakati, meskipun satu partai kan akan jadi masalah?

(J): Saya secara chemistry sama Bang Dul ini sudah ketemu dari dulu secara chemistry. Dan kami berdua, saya yakin pasti bisa dengan mudah untuk melakukan apa yang menjadi kesepakatan bersama. Saya pasti yakin nggak akan ada hambatan. Nggak ada hambatan.
Termasuk apa yang menjadi prioritas beliau karena beliau latar belakangnya adalah seniman, walaupun sudah dua, tiga periode menjadi anggota DPR RI. Tetapi kan ada hal-hal yang saya lebih punya pengalaman, terutama di birokrasi pemerintahan, sebagai teknokrasi, dan sebagainya. (tribun network/fah/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini