TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Rano Karno, diyakini mampu menjaga nilai-nilai sejarah Kota Jakarta.
Ketua Relawan Jaya Center Budi Mulyawan mengatakan, keyakinannya itu berdasarkan aspirasi warga yang ditangkap para relawan di lapangan.
Dia mengungkapkan, warga tidak ingin kota Jakarta yang memiliki sejarah besar sejak zaman pra kolonial dan jadi spirit rakyat Jakarta, bahkan Indonesia justru akan kehilangan identitas akibat statusnya diubah jadi pusat bisnis, pasca ibukota dipindah di IKN.
"Warga Jakarta hanya berharap Bang 'Doel' Rano Karno sebagai putera asli Betawi mampu menjadi pendamping Mas Pram untuk menjaga nilai-nilai sejarah besar Jakarta sejak zaman kolonial hingga era kemerdekaan sampai reformasi sekarang," kata Budi Mulyawan, yang akrab dipanggil Cepi, dalam keterangannya, Kamis (5/9/2024).
Dalam kesempatan ini pihaknya mendeklarasikan Relawan Jaya (Jakarta Raya) Center mendukung pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan wakilnya, Rano Karno.
Deklarasi optimistis menang itu dilakukan ratusan relawan Mas Pram dan Bang Doel dari perwakilan berbagai wilayah di Jakarta dan Kabupaten Pulau Seribu saat Rapat Koordinasi di Rumah Pertemuan Handayani Prima, Jalan Matraman Raya, Jakarta, Rabu (4/9/2024)
Apalagi, lanjut Cepi, Rano Karno juga mengaku dapat pesan dari tokoh negarawan senior Indonesia, Megawati Soekarnoputri, agar berjuang mendampingi Pramono menghadapi Jakarta akan ditinggalkan penguasa fokus ke IKN.
Cepi juga menegaskan, pantauan relawan di lapangan juga menangkap bahwa masyarakat khususnya warga Betawi tidak ingin bernasib seperti masyarakat Melayu di Singapura yang identitasnya lenyap tergusur, gegara status Jakarta diubah jadi pusat bisnis.
"Yang juga jadi kekhawatiran besar warga Jakarta, jangan sampai gedung-gedung megah bersejarah di Jakarta yang dibangun era kolonial nantinya ikut lenyap dikuasai pemodal atau asing, hanya karena Jakarta dipimpin figur yang tidak berpihak pada rakyat Jakarta, karena jadi boneka pemodal atau pelayan oligarki," ujar Cepi.
Warga Jakarta, ungkap Cepi, juga sangat trauma dengan kalimat yang pernah dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait agenda memindahkan Kantor Kepresidenan dari Istana Merdeka di Jakarta ke Istana IKN.
Jokowi di depan kepala daerah seluruh Indonesia di IKN pada Selasa, 13 Agustus 2024 lalu, menyebut dirinya tiap hari dibayang-bayangi bau kolonial karena ikut menempati Istana yang dibangun era penjajahan Belanda.
"Presiden saja berkata seperti itu. Bisa dibayangkan bagaimana nasib gedung-gedung megah bersejarah besar zaman perjuangan para pahlawan kemerdekaan, yang selama ini jadi kantor-kantor kementerian dan lembaga tinggi negara, jika Jakarta benar-benar ditinggalkan karena tak lagi berstatus ibukota," katanya.
Sebab itu, menurut dia, di kalangan masyarakat Jakarta mulai level menengah yang kritis berkembang kekhawatiran tentang nasib gedung-gedung megah bernilai bisa triliunan tersebut.
Baca juga: Profil Cak Lontong, Ketua Timses Pramono-Rano di Pilkada Jakarta 2024, Dijuluki Pelawak Istana
"Kalau perkantoran pemerintahan pusat berangsur pindah, apa mungkin gedung-gedung yang nilainya bisa triliunan yang bertebaran di Jakarta dibiarkan kosong melompong. Jadi, kalau Jakarta dipimpin kader partai yang tidak masuk dalam koalisi kekuasaan, minimal bisa jadi kekuatan rakyat untuk mengontrol, atau mengintip jika gedung-gedung bersejarah itu diminati pemodal," pungkas Cepi. (*)