Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saksi pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono dan paslon nomor urut 2 Dharma Pongrekun-Kun Wardana mengajukan keberatan dan kejadian khusus dalam rapat pleno penetapan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta 2024 pada Minggu (8/12/2024).
Hal itu disampaikan setelah Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata memberikan kesempatan kepada para saksi psangan calon untuk menyampaikan keberatan atau kejadian khusus.
Saksi RK-Suswono, Ramdan Alamsyah menyampaikan sejumlah hal yang menjadi keberatan pihaknya atau kejadian khusus di antaranya kejadian di TPS 08 Pinang Ranti Jakarta Timur pada 27 November 2024.
Ia mengatakan terdapat dugaan tindak pidana pemilu terkait adanya oknum KPPS yang dengan sengaja mencoblos salah satu nomor paslon gubernur dan wakil gubernur.
"Yakni nomor 03 pada 18 surat suara. Itu yang ketahuan. Peristiwa pada TPS 08 Pinang Ranti Jakarta Timur patut diduga bisa terjadi di TPS-TPS lainnya, di mana hak pilih warga Jakarta disalahgunakan oleh oknum petugas KPU yang seharusnya profesional dan netral," ungkap Ramdan saat rapat pleno di Hotel Sari Pacific Jakarta.
Baca juga: Tim Pramono-Rano Minta Kubu RIDO Tak Paksakan Diri Gugat ke MK: Ini Selisihnya 9-10 Persen
"Apa yang terjadi tersebut bisa juga diduga terencana sehingga demokrasi kita ini ternodai," sambungnya.
Kedua, ia melanjutkan, menurutnya KPU Jakarta Timur tidak menunjukkan profesionalisme dan keadilan dalam hal memberikan sanksi kode etik di TPS 08 Pinang Ranti tersebut.
Seharusnya, kata dia, seluruh instrumen di TPS 08 diberi tindakan kode etik menyeluruh dan tidak hanya parsial kepada orang-orang tertentu.
"Seharusnya sudah jelas itu bagian tindak pidana dan pelanggaran administratif yang tentunya bisa dilakukan PSU (Pemungutan Suara Ulang). Akan tetapi sampai hari ini tidak ada PSU," ujarnya.
Baca juga: Pramono-Rano Menang Pilgub Jakarta, Cak Lontong Sorot Aksi Walk Out Tim RK: Mungkin Takut Berdesakan
Ketiga, lanjut dia, pihaknya memandang rendahnya partisipasi pemilih khususnya di Jakarta Utara disebabkan beberapa hal di antaranya dokumen model C pemberitahuan yang tidak tersebar secara baik.
Selain itu, lanjut dia, lokasi TPS yang terlalu jauh.
"Dan anggota KPPS yang banyak mengundurkan diri sehingga mengakibatkan partisipasi sangat rendah hanya kurang lebih 20 persen dari pemilihan," ungkapnya.
Selain itu, ia juga mencatat terdapat 167 kasus tentang pendistribusian C pemberitahuan yang seharusnya bisa dilakukan PSU.