Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDIP, Arteria Dahlan, menjadi kuasa hukum bagi Edi Langkara - Abdurahim Odeyani, pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati yang kalah pada Pilkada Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Mereka secara resmi mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa hasil Pilkada Halmahera Tengah 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 10 Desember 2024.
Arteria menyebut berbagai pelanggaran terjadi selama proses Pilkada Halmahera Tengah, termasuk dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penjabat bupati yang baru dilantik beberapa hari sebelum pendaftaran calon dimulai.
"Ternyata dia baru berhenti menjadi penjabat bupati beberapa hari sebelum mendaftar, ini kan konyol banget. Penggantinya pun sudah disiapkan untuk menjadi mesin pemenangan," ujar Arteria kepada wartawan usai mengajukan gugatan.
Ia juga menyoroti posisi strategis yang dipegang oleh kerabat penjabat bupati tersebut.
"Penjabat baru ini mengutus sekda baru, yang ternyata adik iparnya sendiri. Dalam waktu bersamaan, dia punya tiga jabatan: Kepala Dinas Pendapatan, PJ Sekda, dan Kuasa Pengguna Anggaran di Dinas Pendidikan," kata Arteria.
Baca juga: Airin Pasrah Tak Gugat Hasil Pilkada Banten ke MK: Saya dan Pak Haji Ade Yakin Ini Ada Hikmahnya
Ia menuduh jabatan tersebut digunakan untuk menggerakkan pemenangan bagi Ikram M Sangadji - Ahlan Djumadil, peserta pilkada yang kini peraih suara tertinggal di Halmahera Tengah.
Proses pemenangan itu, lanjut Arteria, dikerahkan melalui organisasi perangkat daerah dan camat.
Arteria berharap MK dapat menjadi forum konstitusional yang memulihkan demokrasi di Halmahera Tengah.
“Negara tidak boleh kalah oleh pemegang kapital atau politisi busuk. Kami berharap pasangan calon yang menang secara brutal ini didiskualifikasi. Jangan ada lagi yang berlindung di balik kekuasaan atau tambang," tegasnya.
Bukti Dugaan Pelanggaran
Arteria menyebut pihaknya telah mengumpulkan 205 bukti yang siap diserahkan ke MK. Ia menyoroti beberapa indikasi pelanggaran serius, salah satunya terkait perubahan anggaran APBD.
Selain itu, ia juga menuding adanya renegosiasi pajak restoran yang menguntungkan perusahaan tambang.
“Pajak restoran dari perusahaan nikel PT IWIP yang awalnya hutang 200 miliar dirundingkan menjadi 24 miliar. Kan konyol banget," katanya.
Baca juga: Bima Arya Justru Bantah Kubu RIDO, Golput Tinggi Tak Bisa Jadi Alasan Ragukan Hasil Pilkada Jakarta