Seperti 90-an persen warga Lipu, kelahiran 1960-an dan 1970-an, ayah dan ibu Daeng Lala, sudah bangga jika tamat sekolah dasar.
Dengan nilai bagus di SMP, Daeng Lala sempat lulus di SMAN 3 Baubau.
Namun karena juga ikut membantu ekonomi keluarga, dia mendapat ijazah sekolah menengah atas di SMA Batara Guru.
Ini salah satu sekolah swasta tertua di Pulau Buton. Setamat SMA, 2003, Daeng Lala juga melanjutkan kuliah di Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) Baubau.
Saat kuliah, kegigihan Daeng Lala, untuk bertahan hidup sesuai ilmunya, ia mendirikan jasa pengetikan dan rental komputer.
Rumah panggung orangtuanya di Kampung Lipu Katobengke, Jalan Dayanu Ihsanuddin, Baubau, diubah jadi “ruang pengetikan.”
Ilmu instalasi komputer jaringan, dan teknik mengetik 10 jari, dia menyasar mahasiswa dan pelajar yang ngekos di sekitar kampungnya.
“Kadang saya dia begadang sampai subuh untuk ketik pesanan tugas mahasiswa,” kata Harianto (31), salah seorang tetangga Daeng Lala.
Dengan pendapatan tetap, Daeng Lala menikahi kerabat sekaligus tetangganya, Vikha.
Selepas kuliah dia pun diterima bekerja di bagian logistik dan suplai BBM di kantor Pertamina Baubau pada 2011.
Kariernya menanjak. Dia mengurusi suplai dan pembelian BBM untuk wilayah Bau-Bau, dan timur Indonesia.
Tahun 2016, Daeng Lala pun mendapat tugas kerja ke Makassar.
“Saya sempat tinggal di lorong dekat asrama Brimob KS Tubun dan Pasar Senggol, lalu pindah ke Rappocini.”
Tahun 2019 dia ditugaskan kembali ke Baubau dan melayani suplai BBM industri nikel dan tambang di Morowali, Sulawesi Tengah, ke Ternate, hingga ke Bima, Nusa Tenggara Barat.(Tribunnews.com/TribunSultra.com/Thamzil Thahir)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Sosok daeng lala inspirator youtuber kampung penjaga tradisi memancing di baubau pulau buton