TRIBUNNEWS.COM, POLMAN – Berziarah ke makam sanak keluarga maupun makam tokoh dan ulama leluhur dilakukan warga di sejumlah daerah.
Di Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat, warga punya cara khas saat berangkat berziarah ke makam ulama.
Para ulama itu semasa hidup dikenal para penyebar agama Islam pertama di tanah Mandar.
Puluhan warga Polman itu ziarah ke makam ulama menggunakan bendi atau delman, Minggu (19/3/2023).
Warga yang berziarah berasal dari empat kecamatan. Di antaranya warga dari Kecamatan Balanipa, Limboro, Tinambung, dan Alu.
Ada tiga ulama yang dikunjungi warga, yakni KH Muhammad Saleh, Habib Jafar bin Toha Al Mahdalily dan KH Muhammad Tahir atau Imam Lapeo.
Rumah peristirahatan terakhir Habib Jafar Bin Toha Al Mahdalily terletak di Desa Bonde, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar.
Setelah itu, rombongan kemudian berziarah menuju makam KH Muhammad Tahir atau Imam Lapeo yang terletak di samping masjid Nuruttaubah, Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar.
Imam Lapeo merupakan ulama asli setempat yang lahir di Pambusuang, Kecamatan Tinambung, pada 1838. Ia wafat di Desa Lapeo Campalagian pada 1952 di usia 114 tahun.
Dia memiliki banyak guru. Namun gurunya yang terkenal adalah Sayyid Alwi Jamaluddin bin Sahl. Ayahnya bernama H Muhammad, ibunya bernama Sitti Rajiah.
Dia dikenal juga dengan nama Kannai Tanbul (Kakek dari Istanbul, Turki) karena dia pernah berguru di sana.
Selain itu dia juga dikenal dengan gelar Tosalama’ (orang yang selamat) dan Tomakarra (orang keramat).
Namun sebelumnya, mereka berziarah ke makam seorang ulama besar dari Mandar, KH Muhammad Saleh. Tokoh ini dulunya pemimpin tarekat berpengaruh di Mandar.
Ia juga merupakan ulama besar dan terkenal dari Mandar sehingga ia mendapatkan julukan Annangguru Saleh.
"Ziarah ke makam ulama besar di Polman ini sudah menjadi agenda tahunan kami warga Polman sebelum Ramadan,” ujar seorang peziarah, Sabahannur Ahmad.
"Sebagai tanda suka cita kami di dalam menyambut bulan suci," lanjut Sabahannur Ahmad kepada jurnalis Tribun-Sulbar.com Tribun Network.
Selain itu, Sabahannur juga mengungkapkan ziarah ini sebagai bentuk tanda cinta warga kepada ulama-ulama, yang merupakan penyebar agama Islam pertama di tanah Mandar.
Lantas kenapa naik delman atau bendi?
"Ini alat transportasi tradisional. Memang mobil dan motor sudah banyak dan makin canggih, tapi kami sengaja naik delman atau bendi ini untuk melestarikan alat transportasi tradisional yang sudah hampir punah di tanah Mandar," lanjut Sabahannur.
Selain menggunakan bendi, juga mengendarai becak motor (bentor).
Di tanah Sulawesi, Bentor merupakan alat transportasi perpaduan antara becak, dan sepeda motor yang telah dimodifikasi khusus.
"Total ada 15 bendi dan bentor ada empat kami gunakan," tuturnya.(Tribunnews.com/Tribun-Sulbar.com/Hasan Basri)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Tradisi warga polman ziarah ke makam ulama naik delman untuk lestarikan transportasi tradisional