Dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Kendari, Dwiprayogo Wibowo SSi MSi, pernah melakukan penelitian analisis kandungan logam nikel (Ni) dalam air laut dan persebarannya di wilayah perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara pada 2019-2020.
Hasilnya, ada hubungan aktivitas kegiatan masyarakat terhadap tingginya kandungan logam Ni yang terakumulasi dalam air laut Teluk Kendari.
Berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut standar kandungan Ni dalam air laut sebesar 0,05 mg/L, sehingga pada T2, T3, T4, dan T5 dinyatakan telah melebihi ambang batas.
Tingginya konsentrasi logam Ni dalam lingkungan perairan Teluk Kendari disebabkan berbagai factor, mulai limbah rumah tangga, penggerusan batuan atau lapisan tanah dari aktivitas pembukaan lahan baru dan pertambangan di sekitaran Kota Kendari.
Menurut pria yang sedang menemupuh pendidikan Doktoral Ilmu Lingkungan, Sekolah Ilmu Lingkungan, di Universitas Indonesia, kondisi lingkungan yang sudah berubah ini salah satunya diakibatkan dari air hujan yang membawa sedimen dari hulu ke hilir.
Misalkan ada aktivitas (pertambangan) di atas gunung yang nantinya ketika kondisi hujan, sebagian air hujan mengalir di atas permukaan tanah dan membawa sejumlah partikel yang akan tertampung di sekitar bibir pantai.
“Tentunya itu yang bisa mengakibatkan apa yang disebut dengan pencemaran lingkungan. Sehingga kita mengambil lima titik lokasi sampel di area Teluk Kendari, mulai dari di dekat Masjid Al Alam, Pelabuhan Perikanan Samudera, Wisata Agribisnis Kendari, Kendari Beach, hingga Pelabuhan Nusantara,” tuturnya saat dihubungi TribunnewsSultra beberapa waktu lalu.
Setelah diuji laboratorium ternyata, berdasarkan standar Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, ada sebagian yang tinggi.
Ia juga menjelaskan dampak limpasan lumpur sedimentasi dari hasil penelitiannya pada 2019 di Teluk Kendari itu, sangat berpengaruh dengan kondisi laut yang ada. Khususnya di wilayah Masjid Al Alam. Ia juga memastikan, ekosistem ikan di wilayah tersebut sudah berkurang.
Dwiprayogo Wibowo menjelaskan kandungan nikel ini bisa berpotensi mencemari lingkungan karena mudah terionisasi dan mengendap bentuk sedimen.
Tak hanya nikel, namun berbagai ion-ion logam bisa larut di air laut. Pasalnya air laut bisa saja dalam kondisi asam atau basa.
Ia lantas mengambil contoh saat bekerja di area pertambangan Desa Marombo, Konawe Utara yang jaraknya 20,6 kilometer dari Boedingi.
Berdasarkan pengalamannya, saat hujan turun sedimentasi juga banyak turun ke laut karena aktivitas tambang yang ada di bukit.
Sebagai peneliti, ia mencurigai jika wilayah pesisir yang ada di Konawe Utara memiliki kandungan logam dari sedimentasi.