Rifai mengatakan, Alquran raksasa itu dibuat oleh H Abdul Karim, salah seorang tokoh agama asal Desa Genteng Wetan, Kecamatan Genteng.
Alquran ditulis selama hampir tujuh bulan, yakni mulai 1 Februari hingga 26 Agustus 2010.
"Alquran ditulis dengan tangan di atas kertas yang dibeli dari Jepang," kata Rifai.
Awalnya, Alquran dibuat dalam sepuluh jilid. Masing-masing jilid berisi 3 juz. Jilid-jilid itu dijadikan satu dalam lemari besar.
Namun kondisi itu membuat proses pembacaan Alquran raksasa menjadi lebih sulit. Sehingga pihak masjid berinisiatif untuk menjadikannya menjadi satu jilid.
"Kemudian disimpan dalam satu tempat kayu ini. Jadi praktis. Setiap kali akan membawa, tinggal dibuka," kata dia.
Bagi para anggota majelis semaan, pembacaan Alquran ukuran super besar lebih sulit ketimbang ukuran normal. Bentuknya yang besar membuat batas pandang pembaca harus lebih jauh.
"Pernah ada pengunjung datang mau lihat dan mau mencoba membaca. Waktu dicoba, ternyata kesulitan. Kenapa yang saat ini membaca ketika tadarus bisa lancar, ya karena memang sudah terbiasa membaca Alquran," ucapnya.
Meski berusia 13 tahun, Alquran raksasa di masjid tersebut kondisinya masih cukup bagus. Rifai menyebut, tak ada kiat khusus dalam merawat kitab itu.
"Ya yang penting dijaga, supaya tidak rusak," sambung Rifai.(Tribunnews.com/TribunMataraman/Aflahul Abidin)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Baca alquran raksasa ternyata lebih susah ketimbang ukuran normal