TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Choirul Huda menyayangkan hakim ketua Suharjono tak paham teori restorative justice, untuk menjatuhkan pidana kepada Muhammad Rasyid Amrullah Rajasa, dalam kasus kelalaian berlalu lintas.
Menurut Choirul, restorative justice berlaku jika ada kerugian yang bisa dipulihkan atau diganti. Persoalannya, kerugian yang dilakukan Rasyid bukan saja mengakibatkan mobil korban rusak, tapi juga korban luka dan meninggal.
"Orang yang ditabrak mobilnya kemudian rusak, memang bisa dibetulkan. Tapi, nyawa tidak bisa direstorasi. Jadi, hakim tidak benar kalau memakai teori restorative justice," ujar Choirul kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (25/3/2013).
Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta mengungkapkan, seakan-akan pertimbangan hakim yang menilai sepanjang pelaku bisa menyantuni korban, akar masalah pidana selesai. Jelas ini tidak dibenarkan, karena putusan harus memenuhi empat unsur di atas.
"Ke depan harus ada sebuah sistem, yang menjamin akuntabilitas publik terhadap keputusan aparatur penegak hukum. Ini jadi pelajaran penting, bahwa tindakan hukum saat ini tidak dapat dikontrol," tuturnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan Rasyid bersalah melakukan tindak pidana kelalaian berlalu lintas sampai menimbulkan korban luka dan jiwa, atas semua pasal yang didakwakan jaksa penuntut umum.
"Menjatuhkan pidana, dengan kurungan pidana lima bulan dan denda sebesar Rp 12 juta, dengan ketentuan bila tidak membayar denda diganti enam bulan kurungan," kata hakim Suharjono dalam amar putusannya.
Menurut hakim Suharjono, sekali pun bersalah, putra Menteri Perekonomian Hattta Rajasa tak perlu meringkuk dalam sel. Alasannya, itu hanya berlalu jika Rasyid melakukan tindak pidana kembali selama enam bulan.
"Menetapkan hukuman kurungan tidak akan dijalankan, kecuali bila dalam kurun waktu enam bulan melakukan pidana kembali," begitu bunyi amar putusan hakim selanjutnya.
Rasyid diberatkan karena tidak memberikan contoh baik dalam berkendara di tol. Dalam pertimbangannya, hakim menerangkan bahwa putusan terhadap Rasyid menggunakan teori restorative justice. Di mana Rasyid dinilai telah bertanggung jawab atas tindakannya.
Tindakan Rasyid dan keluarganya yang bersikap turut aktif di lokasi kejadian dengan menolong para korban, mengunjungi para korban, memberi santunan bantuan dan materi, dan mengganti kendaraan korban, menjadi pertimbangan hakim.
"Tindakan keluarga dengan memberikan santunan maupun pembiayaan perawatan dan pergantian kendaraan yang rusak, sebagai bentuk karakter pertanggungjawaban dan restitusi, rekonsiliasi, dan restorasi," papar hakim. (*)