TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fahmi Ardiansyah, seorang mahasiswa terpidana kasus pencurian pakaian Rp 400 ribu mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam permohonan dengan nomor 42/PUU-XI/2003 Fahmi mempermasalahkan ketentuan yang terkandung dalam Pasal 1, Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tetang Mahkamah Agung (MA). Kemudian Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4) butir (b) Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang kementerian negara.
Pasal 2 ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 3, Pasal 8 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), pasal 30 ayat (1) huruf (a) dan huruf (e) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan RI dan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dan ayat (2), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13, pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), pasal 19 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara RI terhadap UUD 1945.
Fahmi menggugat keempat UU tersebut karena membuat MA, Kejaksaan, Kepolisian, dan Kementerian Hukum dan HAM tidak patuh terhadap nota kesepahaman yang dibuat institusi tersebut berdasarkan Surat Edaran MA (SEMA) dan Peraturan MA (Perma).
"Dalam nota kesepahaman, SEMA dan Perma dinyatakan bahwa terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang nilainya di bawah Rp 4,5 juta termasuk dalam kategori tindak pidana ringan (tipiring)," ujar kuasa hukumnya, Tonin Tachta Singarimbun, yang dikutip oleh Humas MK, Fitri Yuliana, Jakarta, Selasa (28/5/2013).
Menurut Tonin, Fahri seharusnya tidak perlu di penjara selama tiga bulan 15 hari jika keempat institusi hukum itu patuh dalam melaksanakan nota kesepahaman, SEMA dan Perma yang masuk dalam Tipiring.
Sementara itu, Hakim Ketua Akil Mochtar, mengatakan pasal-pasal dalam empat UU tersebut tidak memiliki hubungan sebab akibat dengan kerugian yang dialami pemohon.