TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bencana banjir kali ini terasa istimewa bagi Suryani (37), warga Kebon Pala, Jatinegara, Jakarta Timur.
Di tengah musibah tahunan itu, dia bukan hanya mendapat anak lelaki yang baru lahir, tetapi juga sebuah nama istimewa dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman.
Wanti Mirzanti, istri Budiman, menghampiri seorang ibu yang tengah menggendong bayi begitu turun dari bus rombongan KSAD di posko pengungsian banjir Gereja GPIB Koinonia, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (26/1/2014).
Sang ibu pasrah memberikan bayi dalam gendongannya kepada ibu pejabat itu. Ada raut haru dan bangga di wajahnya.
Bayi lelaki itu baru berusia lima hari. Tali pusarnya, konon belum diputus. Karenanya, sang bayi belum di beri nama.
"Kata orang tua, kalau tali pusar belum habis belum boleh dikasih nama," ujar Suryani. ibunda bayi itu.
Wanti bertanya, apa nama yang akan diberikan kepada bayi itu. "Saya mau seperti nama bapak (KSAD) saja deh," kata Suryani.
Perdebatan kecil mulai terjadi, ada yang menyebut beri saja nama yang sama persis dengan nama jenderal bintang empat itu, "Budiman". Ada pula yang mengusulkan cukup nama "Budi" saja.
"Ya sudah 'Budi' saja biar agak modern," kata Budiman. "Budi siapa?" tanya Suryani lagi. Beberapa usulan nama kembali mencuat. "Kalau mau pinter, kasih nama Cendekia saja, Bu. Biar jadi cendekiawan. Artinya orang yang pandai," kata Budiman.
Suryani pun menerima nama pemberian Budiman. Tanpa mencatat di kertas apalagi buku, Suryani hanya mencatat bakal nama anaknya dalam ingatannya. "Saya sudah ingat," kata ibu tiga anak itu.
Suryani harus mengungsi dari rumahnya di Kebon Pala dalam kondisi hamil tua sejak Minggu (12/1/2014) lalu.
Di pengungsian di GPIB Koinonia, ia tidur bersama warga lainnya. Layaknya pengungsi lain, ia beraktivitas seperti biasa. Hingga, pada Selasa malam, perempuan itu merasakan kontraksi yang begitu kuat.
"Di bawah tangga itu saya kontraksi dan tidak lagi kuat. Lalu saya dibawa ke rumah sakit," kisahnya.
Suryani melahirkan melalui proses operasi persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi ASih. Beruntung, biaya operasi dan perawatannya ditanggung pemerintah daerah. Suryani sempat menyesali nasib putra bungsunya karena harus lahir dari posko pengungsian.
Namun, pemerian nama dari seorang KSAD membuat penyesalannya menguap. Yang ada kini hanya rasa bangga dan harapan yang tinggi agar kelak putranya menjadi seorang cendekiawan yang berbudi.