TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR, Ruhut Sitompul, menyatakan MA harus diproses hukum bukan karena Presiden Jokowi selaku objek pornografi adalah simbol negara. Tapi, karena dugaan pelanggaran pornografi yang dilakukannya.
Selain itu, setiap warga negara adalah sama kedudukannya di depan hukum, tak terkecuali warga berprofesi tukang tusuk sate seperti MA.
"Sekarang Presiden Jokowi sudah simbol negara. Walaupun kalau saat (pelaporan ke polisi) itu Jokowi bukan simbol negara, apa ada yang mau di antara kita yang ditaro foto ML (Making Love: hubungan seksual,-red), apa mau dimaki-maki? Kan nggak ada yang mau. Jadi, bukan karena Jokowi simbol negara atau bukan, bukan karena dia tukang tusuk sate. Tapi ini hukum, ini ada pelanggaran hukum pronografi," tegas Ruhut.
Ruhut mengingatkan agar Bareskrim Polri tetap profesional memproses hukum dan tidak mengabulkan pengajuan penangguhan penahanan MA kendati Wakil Ketua DPR Fadli Zon turun tangan menyorot kasus ini. Sebab, ancaman hukuman pidana penjara atas dugaan pelanggaran MA di atas lima tahun.
Pihak kuasa hukum Jokowi melaporkan MA ke kepolisian pada 27 Juli 2014, karena telah memasang foto Jokowi dan Megawati Soekarnoputri dengan content pornografi hasil pengeditan akun facebook-nya.
Pada 24 Oktober 2014, Direktorat II Bareskrim Polri menetapkan tersangka dan menahan MA (23 th). Ia dikenakan pasal UU Pornografi, UU KUH-Pidana tentang pencemaran nama baik dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia terancam hukuman pidana penjara selama 12 tahun.
Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dua aktivis Bendera yakni Mustar Bona Ventura dan Fredy Semaun dilaporkan ke kepolisian pada 1 Desember 2009, karena tuduhan pencemaran nama baik setelah melansir informasi adanya aliran dana miliaran rupiah dana talangan Bank Century ke tim sukses SBY-Boediono.
Di tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, keduanya diputuskan terbukti bersalah melakukan pencemaran nama baik terhadap Edhie Baskoro Yudhoyono (putra SBY), Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekeonomian Hatta Rajasa, Menpora Andi Mallarangeng, CEO Fox Indonesia Rizal Mallarangeng dan pengusaha Hartati Murdaya. Keduanya divonis pidana hukuman penjara selama tujuh bulan pada 13 Oktober 2011.
Selain itu, aksi unjuk rasa sejumlah warga saat kepemimpinan Presiden SBY juga pernah dilakukan melalui aksi Kerbau, pembakaran foto dan lainnya.
"Antara Jokowi dan SBY, walaupun beti alias beda tipis, tapi rambut boleh sama hitam, dalam hati siapa yang tahu. Jadi, kedua tokoh ini nggak bisa dibandingkan. Sekarang ini apa yang menimpa keduanya belum bisa dibandingkan. Karena Jokowi baru jadi presiden, sementara SBY sudah 10 tahun," ujarnya.