News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisruh APBD DKI

Laporan Ahok Soal Dana Siluman APBD di KPK Masuk Tahap Pulbaket

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Gusti Sawabi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa dari Teman Ahok mengumpulkan dukungan melalui petisi di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (3/1/2015). Kegiatan yang mengusung tema #GueAhok tersebut menggalang dukungan terhadap Gubernur DKI Jakarta yang sedang menghadapi pertentangan dengan DPRD Jakarta terkait dana APBD. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah kondisi internal lembaga 'carut-marut', Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dari masyarakat, tak terkecuali laporan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thajaja Purnama atau Ahok. Laporan itu, yakni dugaan penyalahgunaan realisasi dan penggelembungan (mark-up) nilai proyek dalam APBD 2012 hingga 2015.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan, pihaknya telah mulai melakukan kajian atau telaah terhadap laporan Ahok. Dan kini, pihaknya telah mulai melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dari sejumlah pihak terkait.

"Sudah dilakukan pulbaket. Tapi, saya belum tahu, sudah (pulbaket) apa saja," kata Priharsa, Jakarta, Sabtu (7/3/2015).

Dalam laporan ke kantor KPK pada 27 Februari 2015, Ahok menyampaikan tentang dugaan terjadinya penyimpangan realisasi dan mark-up nilai proyek dalam APBD 2012 hingga 2015.

Hal itu diketahui setelah Ahok dan jajarannya menggunakan sistem e-budgeting terhadap APBD 2015 yang disahkan oleh pihak DPRD.

Dengan penyisiran data melalui sistem e-budgeting, pihak Ahok menemukan adanya sejumlah mata anggaran siluman senilai Rp 12,1 triliun dalam APBD 2015 yang disahkan oleh pihak DPRD. Padahal, mata anggaran tersebut tidak pernah ada saat masih dalam pembahasan antara jajaran Pemprov dan DPRD.

Mata anggaran yang paling menonjol adalah pengadaan pemasok daya bebas ganggung atau Uninterruptable Power Supply (UPS) untuk sekolah di DKI Jakarta.

Padahal, pengadaan barang seharga sekitar Rp 6 miliar per unit itu juga sudah ada dalam APBD pada 2014. Namun, mata anggaran yang sama kembali dimasukkan ke dalam APBD 2015.

Selain itu, sebagian besar perusahaan pemenang tender pengadaan UPS itu diduga fiktif. Apalagi, pihak sekolah tidak pernah mengajukan kebutuhan UPS ke dinas pendidikan.

Hasil penelusuran oleh pihak Ahok dan jajarannya, rupanya modus seperti ini sudah terjadi sejak 2012 lalu.

(Abdul Qodir)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini