TRIBUNNEWS.COM - Kontroversi soal kata-kata kotor yang terucap saat Basuki Tjahaja Purnama melakukan sesi wawancara di siaran langsung program KompasTV, selesai saat Gubernur DKI Jakarta tersebut menyatakan permintaan maaf.
Penilaian tersebut dilontarkan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Asep Warlan Yusuf atas polemik yang terjadi.
Asep menyebut, makian Ahok -sapaan Basuki- bukanlah pelanggaran atas undang-undang melainkan sebatas melangkahi kepatutan dan etika bagi seorang pemimpin yang duduk di pemerintahan.
"Pada tahap pertama, yang dilanggar atas ucapan itu hanya etika. Itu (kontroversi atas ucapan kotor) seharusnya selesai begitu yang bersangkutan meminta maaf. Tapi, pada tahap berikutnya, jika yang dituju (dari makian itu) merasa benar, itu bisa berlanjut karena bisa saja dianggap penghinaan terhadap institusi. Tapi menurut saya, sebaiknya kontroversi itu tak perlu diperkeruh," ujar Asep saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (28/3/2015).
Asep juga mengimbau sebaiknya Ahok melakukan klarifikasi atas dasar apa berbicara seperti itu, termasuk soal situasi dan sisi emosional. Hal itu agar bisa menjelaskan ke publik kondisi yang sebenarnya terjadi.
Asep berpendapat hak angket anggota DPRD DKI pantas digulirkan jika Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak menjalankan tugasnya atau melakukan pelanggaran APBD.
"Jika membangkang (dari aturan), maka itu jadi hal yang serius. Tanya pada Ahok kenapa alasan dia bicara seperti itu? Apakah karena situasi emosional yang tidak terkontrol?" katanya.
Ahok memang tampak emosional saat ditanya terkait kisruh APBD DKI Jakarta 2015 dalam wawancara bersama Aiman Wicaksono di program acara KompasTV. Nada bicara Ahok meninggi saat topik berkenaan dengan DPRD DKI Jakarta.
Diketahui, Ahok memiliki hubungan yang tampak tidak harmonis dengan sejumlah petinggi DPRD DKI. Hubungan mereka kian panas usai Ahok menyebut ada rencana anggaran yang ia sebut sebagai 'dana siluman' yang disusupkan dalam RAPBD DKI Jakarta 2015.
Polemik kemudian berlanjut pada bergulirnya wacara hak angket DPRD. Ahok dinilai melanggar undang-undang lantaran menyerahkan RAPBD yang bukan hasil rapat paripurna ke Kemendagri. Belum ada kelanjutan dari pengguliran hak angket tersebut.