Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VIII DPR Saleh Daulay menyayangkan beredarnya air zam-zam palsu. Pasalnya, air yang bersumber dari mata air di dalam Masjidil Haram tersebut tidak semestinya dipalsukan untuk tujuan-tujuan bisnis. Sebab, air zam-zam itu diperoleh secara gratis di tanah suci.
"Motif pemalsuan itu kan pasti bisnis. Itu yang sangat disayangkan," kata Saleh melalui pesan singkat, Senin (6/4/2015).
Saleh melihah motif mereka yang memalsukan air zam-zam diyakini meraup untung besar dari bisnisnya. Bila menjual air zam-zam asli, para pelaku akan merogoh kocek yang cukup banyak untuk biaya transportasi dan kargo. Dengan memalsukan, biaya itu dengan sendirinya tidak dikeluarkan.
Perbuatan curang seperti itu jelas-jelas melanggar ketentuan yang terdapat di dalam KUHP, khususnya pasal 383.
Selain itu, kata Saleh, tindakan tersebut juga dianggap tidak terpuji karena berusaha memperoleh keuntungan pribadi dan kelompok dengan memanipulasi barang yang dianjurkan oleh suatu agama tertentu. Para pelakunya diharapkan dapat segera diadili dan dijatuhi hukuman sesuai aturan yang ada.
"Kita tidak tahu sudah berapa korban mereka. Sebab, selama ini penjualan air zam-zam sangat banyak ditemukan di Jakarta, khususnya di Tanah Abang. Bahkan tidak jarang, mereka yang pergi haji dan umrah membeli air zam-zam di Tanah Abang," ujar Politisi PAN itu.
Untuk mengantisipasi hal itu, Saleh mengingatkan para jamaah haji dan umrah diminta untuk lebih berhati-hati. Daripada mendapatkan air zam-zam palsu dalam jumlah banyak, tentu lebih baik mendapatkan air zam-zam sedikit tetapi asli. Karena itu, tidak ada salahnya membawa air zam-zam langsung dari tanah suci sesuai dengan kuantitas yang diperbolehkan oleh maskapai penerbangan.
"Biasanya, yang membeli lagi di Tanah Abang itu karena merasa yang dibawanya terlalu sedikit. Ke depan, biarlah dapat sedikit saja, tapi betul-betul bermanfaat. Lagi pula, kalau sedikit, penggunaannya pun pasti lebih hemat. Selain itu juga, air zam-zam itu menjadi eksklusif," tuturnya.
Dalam konteks pengawasan, Saleh mengatakan peredaran makanan dan minuman adalah menjadi tanggung jawab badan POM. Tetapi dari sisi perdagangannya, kementerian perdagangan perlu ikut bertanggung jawab. Kalau dari swasta, lembaga-lembaga Perlindungan Konsumen bisa juga dilibatkan.
"Namun sifatnya tentu sebatas partisipatori. Tanggung jawab sesungguhnya tetap ada di tangan pemerintah," imbuhnya.