Satu lagi adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Namun, khusus TK dikelola tersendiri, yakni oleh Yayasan Jaya Karya, dari mandat berupa surat yang diberikan oleh Gubernur DKI (waktu itu) Ali Sadikin pada 1974.
Kompleks sekolah yang terletak di Jalan Perniagaan no 31, Tambora, Jakarta Barat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Gedung yang telah berusia 114 tahun itu sungguh tak layak dipandang sebagai kompleks institusi pendidikan jika merujuk pada peranan pentingnya pada sejarah dan perjalanannya yang sedemikian panjang.
Sejak dibangun pada tahun 1900, dan mulai dimanfaatkan pada 1901, belum pernah dilakukan perbaikan menyeluruh pada bangunan tersebut.
Kompleks sekolah yang berada diatas lahan 5800 m2 ini sudah sangat rentan, rawan ambruk. Apalagi, sebagian gedung berlantai 4, khususnya yang dipakai untuk SMAN 19. Di lantai 4 tersebut dibuat lapangan voli dan basket.
Ada juga ruangan perpustakaan dan ruangan untuk latihan band. Di sudut ruangan perpustakaan ini teronggok perangkat UPS (uninterruptible power supply) senilai Rp 5,8 miliar yang menghebohkan itu. Bukan cuma itu.
Ada juga perangkat printer 3 dimensi senilai Rp 5,4 miliar, dari donasi Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakbar. Bantuan lain yang diberikan ke sekolah ini adalah sebanyak 16 whiteboard elektronik yang harga satuannya sekitar Rp 160 juta, serta perangkat teknis di aula utama yang harganya konon Rp 900 juta.
"Total keseluruhan nilai dari perangkat itu sekitar Rp 21 miliar," kata Wakil Kepsek Lukman Effendi.
Sayangnya 'modernisasi' diluar perkiraan yang diterima SMAN 19 ini terasa kontras jika dibandingkan dengan kondisi bangunan yang sangat memprihatinkan. UPS itu juga tak pernah dipakai sejak diberikan, terongggok saja di sudut perpustakaan di lantai 4.
"Lantai 4 ini juga dimanfaakan untuk upacara-upacara sekolah," kata Adriani (57), guru Kimia.
Mungkin karena struktur dan fondasi bangunan yang sudah rapuh, maka jika sedang dilakukan kegiatan olahraga di lantai 4 itu, langsung berpengaruh ke ruangan-ruangan di bawahnya, yang bergetar dan dikhawatirkan bisa runtuh.
Kualitas bangunan yang sudah memprihatinkan ini ditambah lagi dengan tata ruang yang jauh dari memenuhi syarat. Untuk menuju beberapa ruangan kelas di bagian belakang harus melalui jalan keluar masuk yang lebih menyerupai gang dengan lebar sekitar setengah meter, yang berkelok-kelok mirip labirin.
Kenyataannya juga, itulah juga jalan keluar-masuk satu-satunya, dari bagian depan ke bekakang atau sebaliknya. Tak ada jalan keluar masuk lainnya, sebab gedung sekolah ini sudah dihimpit rumah-rumah penduduk dan pusat perniagaan.
Karena itu, jangan membayangkan jika terjadi suatu musibah, misalnya kebakaran yang diakibatkan korsleting listrik, atau adanya atap yang runtuh karena kondisi bangunan yang rapuh.
Padahal, kompleks sekolah ini secara keseluruhan menampung sekitar 2300 murid, belum lagi ratusan guru.