TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyesalkan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2016.
Pada evaluasi itu, dana penyertaan modal pemerintah (PMP) untuk enam badan usaha milik daerah (BUMD) DKI dicoret oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Padahal, pembangunan proyek di ibu kota seperti Light Rail Transit (LRT) atau kereta api ringan dan pasar rakyat masuk dalam PMP.
"Kalau dibutuhkan oleh masyarakat dan kepentingan umum enggak bisa dia (coret). Makanya saya ini, lagi mau baca kalimat bersayapnya di mana," ujar pria yang akrab disapa Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (8/1/2016).
Tapi Ahok tak ambil pusing perihal itu. Pemerintah Provinsi DKI, ucapnya, akan mencari cara agar pembangunan untuk kepentingan umum tetap berjalan. "Aku bisa cari cara lah," imbuhnya.
Sikap Ahok itu didukung oleh Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik.
Taufik juga mempertanyakan alasan Kementerian Dalam Negeri yang menghapus penyertaan modal pemerintah (PMP) terhadap enam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI.
Sebab, PMP tersebut harus dianggarkan demi kepentingan masyarakat Jakarta, "Misalnya, seperti PMP untuk PT Transjakarta, itu kan buat layanan publik. Apa alasannya dilarang? Apa upaya Kemendagri dalam mendorong pemerintah daerah dalam menyediakan angkutan publik yang memadai?" tanya Taufik.
Sebelumnya, enam BUMD yang dilarang mendapat PMP, di antaranya Bank DKI, PD Dharma Jaya, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), PD Pasar Jaya, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), dan PD PAL Jaya.
Pada Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016, tercatat PT MRT Jakarta mengusulkan PMP sebesar Rp 2,28 triliun.
Kemudian PT Jakpro Rp 1,8 triliun, PD PAL Jaya Rp 370 miliar, Bank DKI Rp 1 triliun, PD Dharma Jaya Rp 50 miliar, PT Transjakarta Rp 1 Triliun, dan PD Pasar Jaya Rp 450 miliar.