TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wimanjaya Keepeer Liotohe (83) tak pernah gentar untuk memperjuangkan haknya.
Kini pria yang pernah mendekam di Lapas Cipinang itu, tengah memperkarakan kasus yang terjadi pada 22 tahun lalu.
Mantan aktivis era Orde Baru itu bercerita, kala itu, di sebuah peternakan di Tapos, Bogor, Soeharto berpidato di depan 400 perwira ABRI.
Di situ, Wimanjaya disebut sebagai orang gila yang ingin mengubah Pancasila.
Lantas saja, Wimanjaya sakit hati.
Ia merasa dituduh sebagai penganut aliran komunis, yang saat itu bisa jadi sasaran pembunuhan kapan pun.
"Dari pidato itu juga, ada pembunuhan karakter dan pembunuhan hak sipil saya," kata Wimanjaya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Dalam kasus ini, Wimanjaya menuntut ganti rugi sebesar Rp 2,5 triliun.
Tuntutan ini dilimpahkannya kepada ke enam anak sekaligus ahli waris dari mantan Presiden RI Soeharto.
Mereka adalah Hutomo Mandala Putra, Siti Hardijanti Rukmana, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hardiyati, Sigit Harjojudanto, dan Siti Hutami Endang Hadiningsih.
"Karena Soeharto sebagai tergugat sudah tiada, tapi secara hukum perdata permasalahan itu bisa dilimpahkan kepada ahli warisnya," kata Wimanjaya.
Berkas atas kasus ini sudah masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak 6 November 2015 lalu.
Wimanjaya mengaku tak takut meski harus berhadapan dan bermasalah dengan anggota keluarga Soeharto tersebut.
Dirinya tetap optimis bisa menang pada kasus ini.
"Doakan kemenangan kedua!" ucap Wimanjaya.
Sebelumnya, Wimanjaya pun pernah mengguggat Pemerintah Republik Indonesia cq Jaksa Agung Republik Indonesia.
Pada perkara itu, dirinya berhak atas ganti rugi sebesar Rp 1 miliar.
Namun, saat ini Wimanjaya belum bisa menikmati uang hasil ganti rugi itu. Sebab, pihak tergugat telah menyatakan banding pada kasus tersebut.(Dian Ardiahanni)