TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar pukul 13.10 WIB dua unit ambulans yang membawa jenazah Edi Suwandi dan Dimas ke TPU Malaka, Jakarta.
Dimas Qadar Radityo adalah seorang dokter yang menjadi korban ledakan di ruangan Chamber Hiperbarik RS AL Mintohardjo, Jakarta Pusat,sementara Edi Suwandi adalah ayah dari Dimas yang pada saat kejadian sedang menjalani terapi oksigen.
Kedua jenazah tersebut dikebumikan di blok yang sama dan hanya berjarak sekitar 10 meter. Duka mendalam menyelimuti Susi Mukhtar yang merupakan istri dan ibu dari kedua korban yang wafat akibat ledakan di RSAL Mintohardjo pada Senin (14/3/2016) siang.
Di depan liang kubur, Susi yang mengenakan baju serba putih tak berhenti menangis dan menjerit. Dia juga memberikan ciuman terakhirnya untuk suami dan anaknya.
Seraya memeluk foto keduanya, Susi tak berhenti memanggil Edi dan Dimas. "Papa jangan tinggalin mama, pa. Adek, mama masih mau ketemu. Masih mau ngobrol sama adek," jeritnya saat kedua jenazah memasuki liang lahat di TPU Malaka, Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Sementara kerabatnya yang lain menenangkan Susi yang tak berhenti menangis saat datang hingga pulang. Doa juga terus terlontar dari Susi dengan muka dan hidung yang memerah.
Beberapa anggota dari Markas Besar TNI AL juga turut hadir mengantar kedua jenazah hingga proses pemakaman usai. Kakak ipar Dimas, Kombes Pol MZ Muttaqien mengatakan bahwa kedua anggota keluarganya merupakan sosok yang sangat baik dan jarang sekali mengeluh mengenai kesehatan.
"Om Edi jarang sekali mengeluh soal kesehatan. Belakangan, beliau terlihat sehat kok. Memang beliau suka sekali terapi seperti itu," kata Muttaqien yang saat ini mempunyai posisi sebagai Karo SDM Polda Aceh.
Dia menjelaskan bahwa Dimas juga pernah menjadi dokter koas di RSAL Mintohardjo dan sudah familiar dengan kondisi di rumah sakit tersebut. "Setahu saya, sebelum Dimas lulus, dia memang pernah koas disana. Jadi memang sudah kenal dan dekat dengan orang-orang disana," ujarnya.
Muttaqien menyatakan bahwa insiden yang terjadi di RSAL Mintohardjo sudah menjadi suratan takdir bagi keduanya serta besannya, Irjen Pol (purn) Abubakar Nataprawira yang juga menjadi korban dalam peristiwa yang sama.
"Apakah kelalaian atau kerusakan, itu sedang didalami oleh pihak yang berwenang. Inti dari semuanya, memang takdirnya sudah seperti ini," katanya.
Baru Lulus Kedokteran
Dokter Dimas Qadar Radityo jadi salah seorang korban kebakaran di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo diketahui bahwa baru saja mendapatkan kelulusan menjadi dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Salah seorang rekan korban Riri Chairani mengungkapkan bahwa Dimas baru saja mengucapkan sumpah dokter pada Februari 2016 lalu. "Baru bulan Februari kemarin dia ambil sumpah dokter. Harusnya internship, tapi katanya masih cari-cari," tutur Riri.
Program internship, kata Riri merupakan program lanjutan usai pengambilan sumpah profesi dokter. Namun, Dimas belum menjalankan program tersebut karena insiden yang menimpa dirinya dan ayahnya di RSAL Mintohardjo.
"Bulan Mei nanti harusnya dia internship soalnya kan memang programnya memang begitu," katanya.
Sudah 24 Kali Terapi
Edi Suwandi diketahui telah melakukan terapi hiperbarik sebanyak 24 kali di RSAL Mintohardjo sebelum terjadinya insiden. Sementara anaknya Dimas Qadar Radityo dan Irjen Pol (purn) Abubakar Nataprawira baru akan menjalani terapi tersebut untuk pertama kalinya.
Hal tersebut diungkapkan kerabat Edi, Emi Muchtar."Kalau Pak Edi setahu saya sudah 24 kali terapi. Dia mengajak besannya (Abubakar) dan anaknya untuk ikut dan baru pertama kali itu mereka ke sana," ujarnya.
Pihaknya menyayangkan adanya insiden tersebut. Menurutnya banyak menteri dan pejabat tinggi yang melakukan terapi tersebut di RSAL Mintohardjo dan seharusnya mempunyai tingkat keamanan dan fasilitas yang baik.
Belum lagi, biaya untuk sekali terapi termasuk tinggi. Sehingga pihak rumah sakit seharusnya mempunyai prosedur yang bagus dalam penanganan kondisi darurat.
"Sekali terapi itu mahal sekali sampai Rp 1,2 miliar sekali terapi. Harusnya rumah sakit punya aturan yang baik soal prosedur," katanya.
Menurutnya, kondisi kedua jenazah tersebut juga sudah tidak sempurna dengan luka bakar hingga grade 4 atau hampir 80 persen. Emi mengungkapkan dalam insiden tersebut juga tidak ada respon cepat dari petugas rumah sakit.
"Mereka (petugas) harusnya bisa mendobrak atau memecahkan kaca ruangan. Tapi setahu saya petugas malah kabur saat insiden terjadi," ungkap Emi.
Karena itu, pihak kelurga berencana akan melayangkan gugatan kepada RSAL Mintohardjo karena dinilai telah melakukan kelalaian dan menyebabkan kematian.
Pertanyakan Petugas RS TNI AL
Pihak keluarga Edi Suwardi Suryaningrat dan Dimas Qadar Radityo mempertanyakan keberadaan operator ruang terapi di Ruang Pulau Miangas Gedung Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) lama RSAL Mintohardjo.Operator ruang terapi tersebut merupakan orang yang paling memungkinkan dimintai keterangan mengenai insiden tersebut.
"Petugas operatornya dimana sekarang? Dia itu saksi kunci. Harusnya dia juga dimintai keterangan tapi kami belum dengar apa-apa dari rumah sakit," ujar kerabat Edi, Novarina.
Nova menjelaskan bahwa keempat korban yang berada di tabung Chamber tersebut tidak lagi dapat tertolong karena alat tersebut semakin mengunci ketika terjadi korsleting listrik.
Tidak Pernah Marah
Para pelayat terus berdatangan ke rumah dr. Muhammad Iqbal di Perumahan Taman Galaxy, Jalan Taman Edelweis Blok H Nomor 39, Kelurahan Jakasampurna, Bekasi Selatan, Kota Bekasi.
Iqbal merupakan menantu dari Irjen (purn) Abubakar Nataprawira sekaligus anak dari Edi Suwardi Suryaningrat (67), korban ledakan tabung chamber Pulau Miangas Gedung Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT), Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo, Jakarta Pusat, Senin (14/3) kemarin.
Pihak keluarga juga tak menyangka, Dimas Qadar Radityo (28) adik dari Iqbal juga meninggal dunia dalam insiden itu.Sehingga keluarga pun sangat diliputi kedukaan.
Pantauan Tribun para pelayat datang untuk mendoakan dan memberikan penghormatan terakhir pada kedua almarhum. Tampak belasan buka ucapan duka cita terpasang berjejer di dekat rumah duka.
Sepupu Dimas, Renno Shafrial menuturkan sosok Edi merupakan sosok yang kebapakkan dan tidak pernah marah. Selama ini Edi pun kerap jadi panutan di keluarganya."Pak Edi itu Jawa banget, dia sosok yang kebapakkan, saya belum pernah liat beliau marah. Tentunya istrinya saat berduka, nangis terus," ujarnya.
Sedangkan soal sosok Dimas, Renno mengatakan Dimas sebagai sosok yang ramah, supel, dan suka bercanda.(Tribunnews.com/ter/rio/wly)