News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Tangkap Legislator DKI

Kasus Suap Sanusi, Bukti Pengusaha dan Politisi 'Gelap Mata' Bersekongkol

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

M Sanusi Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra (rompi oranye) berjalan keluar menuju mobil tahanan usai diperiksa, di kantor KPK, Jakarta, Sabtu (2/4/2016). M Sanusi ditahan karena diduga menerima suap raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) melihat ada persekongkolan pengusaha dan politisi untuk merugikan negara dalam kasus Politikus Gerindra, Mohamad Sanusi, yang menerima suap senilai Rp 1,14 miliar dari PT Agung Podomoro Land (APL).

"Kasus OTT penyuapan kewenangan DPRD adalah bukti bagaimana pengusaha dan politisi bersekongkol menguntungkan diri sendiri dan merugikan negara," ujar Koordinator Divisi Investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW) Febri Hendri kepada Tribun, Minggu (3/4/2016).

Apalagi kata dia, kalau dilihat dari kacamata pengusaha memiliki kepentingan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Menurutnya, sah-saja keuntungan tersebut asal diperoleh melalui cara legal atau tidak melawan hukum.

Namun, tegas dia, kalau keuntungan besar diperoleh dengan melawan hukum seperti kasus suap karena disuap untuk memuluskan Raperda Rencana Tata Ruang dan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), itu tidak dapat dibenarkan dan harus dijerat hukum.

"Itu artinya pengusaha Indonesia masih belum bersih dari korupsi," tegasnya kepada Tribun.

Dia menjelaskan bahwa dalam kasus reklamasi pihak APL harusnya menyetor 15 persen pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun yang dilakukan sebaliknya, melobby agar setoran tersebut turun menjadi 5 persen.

"Untuk mencapai hal ini mereka membeli kewenangan DPRD Jakarta yang akan menetapkan besarannya," jelasnya.

Dengan itu, menurutnya, main mata pengusaha properti dengan pemerintah dan DPRD bisa lebih banyak lagi terutama terkait perizinan ataun dukungan lainnya.

"Pada prinsipnya pengusaha ini berusaha membeli perlindungan hukum, politik dan keamanan agar bisnis mereka lancar dan menguntungkan," ujarnya.

Dia melihat keserakahan mencari keuntungan telah menggelapkan mata pengusaha dari korupsi, untuk menyuap pejabat negara.

Anggota DPRD juga gelap mata terkait kewenangannya. Uang telah menyesatkan kewenangan yang mereka miliki.

Sebelumnya, Sanusi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Kamis (31/3/2016).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini