TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Lulung berkelit saat ditanya perihal instansinya yang ikut meloloskan pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras pada APBD Perubahan 2014.
"Makanya itu yang saya agak heran," kata Lulung dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (16/4/2016).
Lulung mengaku sudah dimintai keterangannya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perihal ini.
Saat itu, penyidik BPK bertanya kepada Lulung, apakah dia mengetahui tentang adanya surat elektronik atau email dari Pemprov DKI Jakarta untuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang APBD-P 2014 pada 14 Agustus 2014.
"Saya ditanya BPK, 'Haji Lulung tahu enggak ada email perubahan nomenklatur tentang pembelian lahan RS Sumber Waras?' Saya bilang, saya enggak tahu, BPK bilang ada (perubahan nomenklatur) itu," kata Lulung.
Ia tak menampik seluruh pimpinan DPRD DKI Jakarta, termasuk dirinya, menyepakati Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2014.
Pimpinan DPRD DKI Jakarta menandatangani KUA-PPAS pada 14 Juli 2014.
Kemudian DPRD DKI Jakarta mengesahkan RAPBD-P 2014 pada 13 Agustus 2014.
"Ekstremnya, ada satu lembar yang diganti. Semua pimpinan tanda tangan KUA-PPAS 14 Juli tapi yang beli tanah sebagai pembangunan RS Sumber Waras tanggal 14 Agustus 2014, kami tidak tanda tangan," kata Lulung.
Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu pun menunjukkan selembar kertas dengan rencana pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras untuk dibangun RS khusus jantung dan kanker.
Nomenklatur itu dinilai Lulung tidak disepakati oleh pimpinan DPRD DKI Jakarta.
Tak hanya itu, Lulung juga menunjukkan evaluasi Kementerian Dalam Negeri atas RAPBD-P 2014 pada 22 September 2014.
Pada dokumen itu disebutkan belanja modal pengadaan tanah semula tidak dianggarkan, dalam Rancangan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2014 dianggarkan Rp 800 miliar dalam kegiatan pembelian lahan RS Sumber Waras sebagai RS khusus kanker pada SKPD Dinas Kesehatan.
"Jelas itu tidak dianggarkan Rp 800 miliar. Mana bisa dibohongi Kementerian Dalam Negeri," kata Lulung.