"Kemudian, saya minta SK saya untuk ditempatkan dimana, di unit kerja mana. Tapi, dibilang ditampung sementara di AKN V," tuturnya.
Beberapa bulan kemudian, Imam dipindahkan ke unit kerja Manajemen Informasi Audit (MIA) BPK hingga 2012.
"Sejak itu, saya hanya coba ikuti prosedur, saya di MIA BPK itu dianggap sebagai administrasi umum," ujarnya.
Pada beberapa waktu ia lupa perihal kejelasan status dan posisi tugasnya.
Namun, pada pertengahan 2012, pihak BPK mengeluarkan keputusan memberhentikan sementara dirinya sebagai pemeriksa atau auditor dan berlaku surut sejak bertugas di BPK RI, Jakarta.
Alasan pemberhentian, yakni karena sebab-sebab lain, faktor kebutuhan di administrasi umum dan angka kredit kinjer di bawah rata-rata.
"Dari mana ada kebijakan keputusan dengan alasan-alasan seperti itu. Dan keputusan itu juga multitafsir," ujarnya.
Ia mengaku sempat melayangkan protes ke biro SDM dan Itjen BPK lantaran tidak ada Surat Keputusan (SK) tentang pemberhentian statusnya sebagai auditor. Namun, hingga saat ini ia belum ditunjukkan SK tersebut.
Oleh karena itu, sampai saat ini Imam merasa masih sebagai seorang pemeriksa atau auditor.
Dengan alasan yang sama, Imam dan rekannya pernah mendatangi Ahok saat telah menjadi Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota pada September 2013.
Maksud kedatangannya ke Ahok, adalah untuk menyampaikan temuan timnya saat audit pada 2005 atau saat dirinya masih menjadi Bupati Belitung Timur. Hal itu pun telah diungkapkannya dalam artikel di blog Kompasiana.
Namun, pergerakannya itu justru membuat dia sempat diperiksa oleh bagian Inspektorat Jenderal BPK karena diduga menyalahgunakan jabatan.
Karena tidak adanya kejelasan SK pencabutan status sebagai auditor dan tidak ada kejelasan job deks, akhirnya sejak saat itu Imam tak bersemangat untuk masuk kerja di kantor BPK.
Ia kerap absen, di mana ia hanya masuk kerja dua hari dalam sebulan, sehingga sempat mendapatkan Surat Peringatan (SP) dari BPK.