TRIBUNNEWS.COM, BEKASI - Menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf selama 28 hari di Filipina tentunya menjadi sejarah hidup yang tidak bisa dilupakan oleh Nahkoda kapal TB Henry, Mohammad Arianto Misnan (23).
Hidup nomaden di hutan dengan tangan terikat di pohon. Hingga harus makan makanan sisa dari kelompok Abu Sayyaf menjadi pengalaman tersendiri bagi Mohammad Arianto Misnan atau biasa disapa Rian.
Setelah berhasil bebas, akankah keluarga memperbolehkan Rian kembali melaut mengarungi samudera? Apakah keluarga tidak khawatir kejadian serupa bisa menimpa Rian kembali?
Menjawab pertanyaan itu, Indra kakak dari Rian mengatakan keluarga tetap memperbolehkan Rian berlayar.
Menurutnya menjadi korban sandera sudah menjadi risiko seorang pelaut.
"Keluarga kami memang pelaut, almarhum ayah saya pelaut. Saya dan Rian juga pelaut. Kami sekolah pelayaran dan cita-cita kami ya berlayar. Mungkin sementara ini Rian tidak berlayar dulu, informasinya ada libur dari perusahaan. Setelah itu kalau mau berlayar ya silahkan," tutur Indra, Sabtu (14/5/2016) di kediamannya, Jl Garuda V Rawalumbu, Bekasi Timur.
Indra menambahkan keluarga pastinya akan selalu mengingatkan Rian untuk hati-hati dan doa bagi keselamatan Rian akan selalu menyertai kemanapun Rian berlayar.
Untuk diketahui, empat ABK TB Hendry termasuk Rian diculik dan disandera faksi kelompok Abu Sayyaf di perbatasan laut Filipina-Malaysia, sejak 15 April 2016 saat perjalanan dari Cebu, Filipina ke Tarakan, Kalimantan Utara.
Mereka berhasil dibebaskan pada Rabu (11/5/2016) setelah 28 hari disandera oleh kelompok bersenjata tersebut.
Setibanya di Indonesia, empat ABK sempat dibawa ke RSPAD Gatot Subroto untuk diperiksa kesehatannya.
Setelah dinyatakan sehat oleh pihak dokter, berlangsung acara penyerahan di Kemenlu yang diliputi rasa haru. Akhirnya, empat ABK bisa bertemu dengan keluarganya.