TRIBUNNEWS.COM - Lampu hijau akan dipasangkannya Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dengan Djarot Saiful Hidayat semakin terlihat.
Ini pilihan sangat tepat bagi PDI Perjuangan jika ingin tetap memenangkan pilkada 2017 di DKI.
Kinerja sangat positif dari kedua sosok ini dalam membangun Jakarta dari masalah akut banjir dan kemacetan telah menuai apresiasi positif sangat tinggi dari masyarakat Jakarta.
Demikian disampaikan oleh peneliti Sinaksak Center DR Osbin Samosir kepada media di Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Menurut Osbin, lampu hijau untuk menduetkan Ahok- Djarot semakin jelas dengan setidaknya oleh dua penanda utama dalam satu dua hari terakhir, yakni ketika Ahok 'mengancam' bakal calon pasangannya Heru Budi Hartono jika mundur dari pencalonan, dan penanda kedua adalah ketika Djarot membuka peluang dirinya untuk disandingkan sebagai pasangan Ahok dalam Pilkada DKI 2017 nanti.
"Saya kira ini hasil hitung-hitungan matang dari PDI Perjuangan yang tidak mau takabur dengan mengusung calon di luar Ahok."
"Pilihan PDI Perjuangan ini akan membuat massa fanatik kedua belah pihak yakni pendukung Ahok dan massa ideologis PDI Perjuangan akan merapatkan barisan," kata doktor Ilmu Politik lulusan Universitas Indonesia ini.
Menurut Osbin, jika hal ini sampai terjadi maka hampir bisa dipastikan tidak bakal banyak pasangan calon yang berani menghadapi pasangan petahana ini.
Massa ideologis PDI Perjuagan dan massa pendukung Ahok akan dengan mudah bersinergi menyatukan kekuatan.
Bisa saja pasangan yang paling mungkin menjadi pesaing petahana ini adalah calon yang diusung oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera.
Pengajar Ilmu Politik Fisipol Universitas Kristen Indonesia ini menilai bahwa tentu saja masalah yang muncul adalah bahwa kubu Teman Ahok harus merelakan dukungannya bahwa Ahok akhirnya diusung oleh partai politik.
Masalah lain bahwa jika Ahok maju dari PDI Perjuangan, koalisi gemuk di DKI Jakarta akan terjadi.
"Dalam demokrasi, koalisi gemuk akan menjadi masalah karena menunjukkan rendahnya kaderisasi di internal partai."
"Sebuah keprihatinan demokrasi atas kegagalan fungsi partai mengusung kadernya," ujar anggota Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia ini. (*)