News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Teguh Santosa: Pembangkangan Ahok Preseden Buruk Praktik Kenegaraan

Editor: Robertus Rimawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjawab pertanyaan wartawan usai di periksa Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (14/7/2016). Ahok diperiksa Bareskrim sebagai saksi terkait proses pembelian lahan di Cengkareng Barat, Jakarta Barat sebesar Rp 9,6 miliar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa, mengomentari perdebatan sengit antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli, Sabtu (16/7/2016).

Ia meyakini Presiden Joko Widodo tidak menutup mata melihat perdebatan antara  Ahok dengan Rizal Ramli terkait pembatalan pembuatan Pulau G di laut utara Jakarta.

Pada saatnya, Presiden Jokowi diyakini akan mengambil tindakan tegas dan menertibkan Ahok yang masih bersikeras melawan pembatalan itu.

Menurut Teguh, Ahok dinilai mengunakan berbagai alasan, mulai dari mempertanyakan legalitas keputusan yang disampaikan Rizal Ramli, hingga yang terakhir menuding pembatalan pembangunan Pulau G itu mengganggu iklim investasi.  

Menurut Teguh, hal ini yang ia nilai sebagai pembangkangan dari Ahok ini bisa menjadi preseden buruk dalam praktik kenegaraan.

“Saya yakin, pada saatnya nanti Presiden Jokowi akan menertibkan Gubernur Ahok dan meredam masalah ini. Tentang bagaimana caranya, tentu Presiden Jokowi yang lebih tahu,” ujar Teguh melalui rilis yang masuk ke redaksi Tribunnews.com, Sabtu (16/7/2016). 

Teguh yang juga mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta bukan baru kali ini memberikan komentar terhadap isu reklamasi lepas pantai utara Jakarta.

Pertengahan April lalu, saat pertama kali Rizal Ramli menghentikan untuk sementara reklamasi, Teguh mengatakan, hal itu adalah pengakuan akan kesalahan dalam proses reklamasi yang dilakukan.

Dengan demikian, sudah sepatutnya Pemprov DKI Jakarta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka terutama kepada masyarakat yang kadung menjadi korban penggusuran untuk reklamasi yang serampangan.

Bahkan sebelum itu, saat staf khusus Gubernur DKI Jakarta, Sunny Tanuwidjaja ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Teguh sudah menyarankan Gubernur Ahok untuk tetap tetap fokus menjalankan tugas-tugasnya sebagai pemimpin Jakarta dan mempercayakan urusan ini pada proses hukum yang sedang berlangsung.

Teguh juga pernah mengatakan bahwa pembatalan pembuatan Pulau G tidak membutuhkan Keppres dan Perpres baru karena yang tengah dikoreksi bukan payung hukum reklamasi, seperti Keppres 52/1995 maupun Perpres 122/2012, melainkan pelaksanaan reklamasi yang melanggar aturan-aturan dalam Keppres dan Perpres itu.

“Yang dikoreksi adalah cara Pemprov DKI melaksanakan reklamasi yang melanggar berbagai aturan, termasuk mengabaikan perikemanusiaan dan perikeadilan, ujar alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) itu.

Teguh juga pernah menyampaikan sarannya untuk PT Agung Podomoro Land yang merasa dirugikan karena pembuatan Pulau G dibatalkan. 

Menurut Teguh, seharusnya, protes Podomoro disampaikan kepada Pemprov DKI Jakarta yang memberikan proyek ilegal. Ini dengan asumsi, Podomoro memang tidak mengetahui berbagai pelanggaran itu.

Tetapi kalau Podomoro ternyata tahu dan bahkan ikut menikmati pelanggaran yang dilakukan Pemprov DKI, maka Podomoro tidak pantas untuk memprotes siapapun. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini