TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami fakta-fakta persidangan mengenai dugaan keterlibatan Chairman Agung Sedayu, Sugianto Kusuma alias Aguan, kepada DPRD DKI Jakarta.
Aguan disebut sepakat menggelontorkan Rp 50 miliar kepada DPRD DKI untuk pembahasan Raperda Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).
"Fakta persidangan masih didalami lagi oleh KPK. Tumpukan kasus tidak bisa langsung," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak di kantornya, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Yuyuk mengaku pihaknya membutuhkan waktu untuk menelaah dan memproses fakta-fakta tersebut guna menentukan langkah terhadap Aguan.
"Kami butuh waktu saja untuk mendalami kasus-kasus dari fakta-fakta persidangan itu," kata dia.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhamad Syarif sebelumnya menegaskan semua fakta persidangan tersebut akan dikembangkan.
"Belum bisa kami kemukakan di media. Tapi semua yang terjadi di pengadilan itu jadi informasi baru yang dipakai untuk pengembangan kasusnya," kata dia.
Uang Rp 50 miliar tersebut diketahui berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah, Budi Nurwono. Budi membeberkan adanya kesepakatan antara Aguan dengan beberapa anggota DPRD DKI Jakarta.
Aguan dan DPRD menyepakati angka Rp 50 miliar sebagai fee untuk percepatan pembahasan dan pengesahan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).
Menurut Budi, dalam pertemuan tersebut hadir pula Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik dan mantan Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohamad Sanusi.
Akan tetapi, Budi kemudian mencabut keterangan dalam BAP tersebut dengan mengirimkan surat kepada penyidik KPK.
Budi sendiri tiga kali mangkir saat akan dihadirkan dalam sidang Ariesman dan Trinanda. Budi kini dirawat di Singapura.
Terkait pencabutan BAP tersebut, Jaksa Penuntut Umum pada KPK menilainya tidak sah karena tidak dibenarkan oleh hukum.
"Kami penuntut umum berpendapat pencabutan BAP tidak dapat diterima. Pencabutan BAP tidak beralasan menurut hukum," kata JPU KPK, Asri Irawan dalam persidangan Ariesman dan Trinanda di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 10 Agustus 2016.