TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta beranggapan penertiban yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menjadi sumber masalah pemutakhiran data pemilih Pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengakui adanya imbauan KPUD itu sejak 2015 lalu.
Tapi, kata Ahok, penertiban tidak bisa ditunda.
Sebab, bisa menghambat pembangunan ibu kota Jakarta.
Ahok menyebut tidak menjadi masalah suaranya akan tergerus karena kerap menertibkan hunian liar yang berdiri di atas lahan milik negara.
"Patokan saya bukan pemilihan. Kalau karena pemilihan saya lebih baik tidak usah langsungkan penertiban dong, baik-baikin supaya mereka simpati sama saya," ucap Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2016).
Ahok merasa penertiban tidak akan mempersulit KPUD melakukan pendataan.
Pasalnya, warga Jakarta sudah memiliki kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Sehingga, hak untuk memilih dalam Pilkada bisa tetap dilakukan di Tempat Pemungutan Suara terdekat pemilik e-KTP.
"Selama ada TPS, dia tinggal daftar. Boleh tidak, orang yang tidak terdaftar di TPS tapi ada e-KTP bisa nyoblos? Bisa," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
Ahok sudah menyampaikan hal itu kepada KPUD DKI dan Badan Pengawas Pemilihan Umum DKI.
Sehingga, ucap Ahok, tidak ada hambatan untuk melangsungkan Pilkada, juga penertiban.
"Patokan saya menertibkan itu, bukan pemilihan. Tapi rumah susunnya siap apa tidak? Kalau siap saya dorong terus. Itu saja patokan saya," tutup Ahok.
Sebelumnya KPU DKI Jakarta mengusulkan kepada Ahok agar menunda rencana penggusuran di sejumlah titik di DKI Jakarta.
Hal ini akan menyulitkan proses pendataan pemilih pada saat Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang.
Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno menyatakan, pemilih harus terdaftar di TPS di wilayah tempat mereka tinggal.
Jika terjadi perpindahan alamat saat pemungutan suara secara tidak langsung dapat mengacaukan pendataan warga atau pemilih.