TRIBUNNEWS.COM - Berita ini merupakan liputan eksklusif di bulan November tahun 2014, namun hingga kini masih populer dan menjadi viral.
Pada tahun 2014 tersebut marak dokter nakal yang telah bekerjasama dengan medical representative (medrep) yang mewakili perusahaan obat.
Dengan iming-iming uang bahkan capai ratusan juta dokter tersebut meresepkan obat dari perusahaan dengan target.
Dalam liputan ini terkuak bagaimana dokter membuat resep 'asal-asalan' dengan tujuan kejar target.
Dalam liputan ini terungkap pula cara yang efisien agar tidak menjadi korban dokter nakal.
Berikut simak kisah selengkapnya.
Ketika dokter sudah berada di genggaman perusahaan farmasi, yang terjadi adalah kekonyolan. Pasien akan menerima resep "tak masuk akal".
Namun, pasien tak berdaya karena ketidaktahuannya. Kerja sama atau KS antara perusahaan obat dan dokter itu seperti ijon. Dokter menerima uang atau hadiah di depan yang harus dikembalikan hingga empat kali lipatnya. Pengembalian dilakukan lewat kewenangan dokter dalam menulis resep.
Apabila seorang dokter telah diberi uang Rp 200 juta oleh sebuah perusahaan farmasi, maka ia harus meresepkan obat dari perusahaan farmasi itu senilai Rp 800 juta.
Jangka waktunya tidak terbatas, bisa dua bulan, tiga bulan, enam bulan, ataupun setahun.
Saat seorang dokter menjalin kerja sama dengan perusahaan farmasi yang diwakili oleh medical representative atau medrep, dokter itu akan diawasi. Medrep mengunci apotik-apotik rujukan sang dokter sehingga perusahaan obat bisa memantau progres kerja sama.
Menurut seorang mantan medrep, pola kerja sama perusahaan farmasi dan dokter ataupun rumah sakit, sudah berlangsung lama di semua daerah di Indonesia.
Mantan medrep tersebut menceritakan, sekitar tahun 2008, ia menjalin kerja sama dengan seorang dokter spesilasi paru-paru di sebuah rumah sakit pemerintah di pinggiran Jakarta.
Kesepakatan kerja sama yang disampaikan secara lisan, tanpa perjanjian tertulis, itu menyatakan bahwa si dokter akan meresepkan antibiotik cair buatan perusahaan farmasi tertentu.