TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama divonis hukuman 2 tahun penjara atas kasus dugaan penodaan agama.
Vonis tersebut dibacakan oleh hakim dalam persidangan di Kementerian Pertanian, Ragunan, Selasa (9/5/2017).
Kisah ini bermula dari peristiwa pada 27 September 2016, ketika Ahok berpidato saat melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, yang lalu dianggap menghina agama.
Sejumlah masyarakat melaporkan Ahok terkait dugaan penistaan agama sejak 6 Oktober 2016.
Mereka menilai pernyataan Ahok di depan warga Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 telah menodai agama.
Semula Ahok hanya berbicara perihal program nelayan yang telah dilaksanakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ahok lalu berjanji kepada nelayan meski dia tidak lagi terpilih sebagai gubernur pada pemilihan gubernur 2017 mendatang.
"Jadi jangan percaya-percaya sama orang. Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, gak bisa pilih saya. Ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51," ucap Ahok.
Pernyataan Ahok pun menyulut kemarahan.
Demo menuntut Ahok pun digelar akbar pada 4 November silam.
Usai demo akbar tersebut, polisi memutuskan gelar perkara tentang penistaan agama dilakukan secara terbuka, namun terbatas.
Peserta gelar perkara diperkirakan mencapai lebih dari 50 orang.
Mereka terdiri dari tim penyelidik, ahli yang dihadirkan pelapor maupun terlapor, serta pimpinan gelar perkara dari Bareskrim Polri.
Kompolnas dan Ombudsman hanya bertindak sebagai pengawas.