Kamis (1/12/2016), sejumlah penyidik Bareskrim Polri menggiring masuk Ahok ke kantor Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung, Jalan Hasanuddin nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (1/12/2016).
Selasa (13/12/2016) , sidang perdana Gubernur nonaktif Ahok atas kasus dugaan penistaan agama akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (13/12/2016).
Ketua Majelis Hakimnya H. Dwiarso Budi Santiarto, akan pimpin sidang Ahok.
Dwiarso akan didampingi oleh empat hakim anggota yaitu Jupriyadi, Abdul Rosyad, Joseph V. Rahantoknam dan I Wayan Wirjana.
Dwiarso adalah juga Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Ahok meneteskan air mata saat membacakan nota keberatan atas dakwaan penistaan agama Jaksa Penuntut di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016).
Ahok membantah bermaksud menistakan agama. Hal itu diutarakan saat membaca nota keberatan.
"Apa yang saya utarakan bukan untuk menafsirkan Surat Al-Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam, dan juga berniat untuk menghina para Ulama," kata Ahok.
Selasa (3/1/2017). Dedi Suhardadi, salah seorang tim advokat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, menceritakan jalannya persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang digelar di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2017).
Menurutnya, Sekretaris Jenderal DPD FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin alias Habib Novel menjadi saksi pertama yang duduk memberikan keterangan dalam persidangan.
Sidang pemeriksaan saksi ini tertutup bagi awak media. Tidak ada siaran langsung televisi, berbeda dengan sidang sebelumnya.
Selasa (31/1/2017). Ketua Majelis Ulama Indonesia Maruf Amin menjadi saksi. Ia gatakan pihaknya akhirnya mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan yang menyatakan petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menghina Al Quran dan Ulama.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan Maruf dalam sidang lanjutan dakwaan dugaan penistaaan agama Basuki Tjahaja Purnama, keputusan tersebut diperoleh berdasarkan rapat Empat Komisi dan Pengurus Harian.
"Menurut pendapat yang kita bahas kesimpulannya bahwa terdakwa itu memposisikan Al Quran itu sebagai alat melakukan kebohongan maka itu memposisikan Al Quran sangat rendah dan itu berarti penghinaan," kata Maruf Amin saat itu.