News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dihukum 1,6 Tahun, Jurnalis Senior Antara Merasa Dizalimi dan Ajukan Banding

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Pusat, di Jalan Bungur Raya, Gunung Sahari, Jakarta Pusat,  Rabu (10/5/2017) lalu menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa FC, pelaku dalam dugaan kasus kekerasan seksual berupa pencabulan terhadap lima karyawan di kantornya, di LKBN Antara.

FC dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan karena oleh majelis hakim dinyatakan terbukti melanggar pasal 289 KUHP tentang Perbuatan Cabul.

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu 5 tahun.

Menanggapi putusan vonis ini, FC dalam keterangan pers tertulisnya kepada Tribunnews, Jumat (12/5/2017) menyatakan keberatan.

Dia merasa dizalimi oleh lembaga peradilan. Alasan FC, tidak ada bukti fakta, saksi mata, olah tempat kejadian perkara (TKP) serta visum et repertum dan rekaman CCTV dalam kasus tersebut.  Dia pun langsung mengajukan banding.

Sidang sendiri dipimpin Ketua Majelis Hakim Tafsir Sembiring, dengan Hakim Anggota Desbenneri Sinaga. Hakim Abdul Kohar berhalangan hadir pada persidangan yang digelar ke-21 kalinya di PN Jakarta Pusat.

Baca: Pelaku Cuma Dihukum 1,6 Tahun, Korban Kekerasan Seksual di Kantor BUMN Kecewa

"Sejak tuntutan saya sudah katakan 'Innalillahi wainnaillahi rojiun kepada kebenaran dan keadilan', sebab saat itu JPU menyatakan keterangan saksi saksi pelapor saling bersesuaian dan saling mendukung sehingga menjadi alat bukti," sebutnya.

"Bila semua penegak hukum berpikiran begini maka banyak karir kantoran, karir politik hancur, sebab cukup buat kelompok 5, 7, 9 orang, lalu hembuskan isu yang sama dan bersesuaian sekalipun itu adalah kebohongan maka sudah bisa menjadi alat bukti untuk menghancurkan karier seseorang melalui lembaga hukum peradilan sekalipun antara pelapor tidak bisa menjadi saksi bagi temannya, karena laporan berdasarkan "katanya", "menurut cerita X", "menurut laporan Y" tanpa bukti dan saksi fakta seperti pada kasus saya ini," sebutnya.

"Yang terasa dalam persidangan, JPU menjadikan persidangan ini menjadi tempat pertarungan "kalah atau menang" sekaligus mengaburkan slogan yang selalu terpasang sebagai penegak hukum "untuk keadilan" sebab tuntutan ini menurut saya, tidak rasional, mengabaikan fakta persidangan. Keterangan empat wanita saksi pelapor dipaksakan semua benar," sebut FC.

Namun FC membenarkan, kasus yang menjeratnya ini bukan delik pers tapi kasus pidana pencabulan dengan ancaman dan kekerasan. Namun dia merasa tidak pernah melakukan seperti yang disampaikan JPU di persidangan.

Penasehat Hukum FC, A Syamsul Zakaria menilai, kasus ini belum memiliki kekuatan hukum tetap.

"Kami dan JPU masih banding sehingga semua pihak diharapkan dapat menahan diri tidak melakukan pencemaran nama baik terhadap klien kami. Hargailah azas praduga tidak bersalah sebab proses hukum masih berlanjut," ungkapnya.

FC menyatakan, menjadi diangkat menjadi general manager di Jakarta, kariernya adalah wartawan di daerah sebagai kepala biro. Karena biro yang dipimpin beberapa tahun berturut turut berpredikat terbaik se Indonesia, lalu tahun 2012 diundang ikut fit end proper test calon direktur dan masuk 10 besar untuk memilih 5 direktur Antara. Namun tak lolos, meski tetap ditarik ke kantor LKBN Antara di Jakarta tahun 2013 sebagai GM (wakil direktur).

FC menyatakan selama menjadi GM, dirinya membuat beberapa langkah besar untuk memajukan Antara, antara lain, mendirikan situs gohitz.com dengan biaya murah serta melakukan bersih bersih melalui permintaan audit internal auditorium Adyana.

FC menyatakan berhasil membongkar kasus korupsi berjamaah. Salah satunya adalah dijatuhkannya sanksi terhadap NMN, salah satu dari lima pelapor.

Menurut FC, JPU mendakwa dengan dua pasal yakni Pasal 289 dan 335 KUHP. Pasal 289 tentang pencabulan dengan kekerasan dan ancaman kekerasan seharusnya alat bukti utama adalah saksi fakta, bukti fakta, visum, rekaman CCTV dan olah TKP, namun semua itu tidak ada.

Khusus TKP dengan sengaja telah dirombak atas perintah Direktur Umum dan SDM Antara, NM (sekarang salah satu Direktur di BPJS Ketenaga kerjaan) sehingga penyidik Polisi tidak bisa melakukan olah TKP secara apa adanya.

Pasal 335 KUHP baru muncul saat status P.21 terhadap kasus itu setelah dua kali mengalami penolakan, maka pada 11 Januari 2017 dinyatakan lengkap setelah dilakukan penambahan Pasal 335 KUHP dan alat bukti pengait pintu dan plastik kaca film.

Pasal 335 KUHP yang ditambahkan tidak pernah digunakan oleh polisi selama penyidikan tiga tahun (22 Januari 2014 sampai 11 Januari 2017) namun pasal tersebut tiba tiba muncul, begitu juga alat bukti pengait pintu dan plastik kaca film yang tidak ada relevansinya dengan laporan dan dapat dibeli dimana saja.

Selain itu, Pasal 335 KUHP muncul sebagai dakwaan. Padahal menurut FC tidak pernah dipersangkakan di tingkat Penyidikan Polda Metro Jaya. Sesuai BAP yang pelapor dan terlapor tanda tangani, dan tidak pernah diperiksa atas dugaan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan.

"Pembentukan opini publik di lingkungan Antara di Jakarta dilakukan sangat bagus. Sehingga saya sudah dicap sebagai pelaku pencabulan tanpa bukti fisik dan saksi mata, hanya berdasarkan kesesuaian cerita lima pelapor tanpa mereka bisa jadi saksi untuk temannya. Dirut SH profesional obyektif, sekalipun ditekan beliau tidak memecat saya karena menghargai azas praduga tidak bersalah," sebut FC.

Sebelumnya, lima karyawati LKBN Antara, SN, IS, NMN dan IW melaporkan FC ke Polda Metro Jaya Jakarta dengan nomor laporan Nomor : LP/235/I/2014/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 22 Januari 2014 atas kasus dugaan pelecehan seksual.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini