News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pabrik Petasan Terbakar

Air Mata Asep Tak Terbendung Dengar Kabar Sepupunya Tewas dalam Insiden Pabrik Petasan

Editor: Ferdinand Waskita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Keluarga korban kebakaran pabrik petasan di Kampung Cisitu, Cililin, Kabupaten Bandung Barat saat tengah berkumpul menunggu kabar, Jumat (27/10/2017).(KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI)

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Asep Rustandi tak mampu menahan air mata.

Ia masih tak percaya kedua sepupunya yang merupakan kakak beradik, Sunarya (28) dan Ade Rosita (20) menjadi korban meninggal dalam insiden kebakaran pabrik petasan di Tangerang, Kamis (26/10/2017) lalu.

Asep berkisah, Kamis siang, gawainya berdering.

Di layar ponselnya tertulis Angga, teman sekampungnya di RW 09 Kampung Cisitu, Desa Batulayang, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat.

Dengan nada panik, Angga yang turut jadi korban luka memberi kabar bahwa pabrik petasan tempatnya bekerja terbakar.

Belum sempat bertanya, sambungan telepon terputus.

"Saya terima telepon dari Angga pukul 11.00 WIB. Saat itu kabarnya masih simpang siur. Dia hanya bilang pabrik kebakaran, dia tak bilang banyak seperti syok berat. Saya telepon lagi tapi mati," ujar Asep, Jumat (27/10/2017).

Baca: Anggota Komisi III Minta Polri Perlakukan Jenazah Korban Pabrik Petasan Secara Manusiawi

Mendapat kabar itu, Asep lantas memberi tahu warga sekitar.

Suasana kampung mendadak panik.

Sebab, ada 12 orang warga Kampung Cisitu yang bekerja di pabrik itu.

Semua orang sibuk dengan ponselnya mencari kabar sanak saudaranya.

Warga melapor ke Kepala Desa Batulayang, Beben.

Beben langsung menyiapkan kendaraan untuk berangkat ke lokasi kejadian. Seluruh keluarga korban turut diboyong.

Termasuk Uwan dan Aat Solihat, orangtua Sunarya dan Ade.

Kegelisahan warga mulai menemukan titik terang setelah pihak desa merilis data korban.

Polisi juga merinci, dari 12 korban asal Kampung Cisitu, tiga luka-luka, empat selamat, sementara lima orang lainnya dinyatakan tewas.

Nama Sunarya dan Ade terselip di deretan korban meninggal.

Namun, Asep belum bisa menerima kenyataan.

"Kabar terakhir belum ditemukan sampai sekarang belum ada kepastian," ucap Asep sambil berlinang air mata.

Dia terkenang dengan dua sepupunya yang hidup sangat rukun dalam kesederhanaan.

Sunarya, kata Asep, jadi orang pertama yang bekerja di pabrik itu sejak tahun 2008 disusul sejumlah warga lain yang mencari peruntungan di Tangerang.

Baca: Rhoma Irama Tertawa Dengar Permintaan Sandiaga Uno

"Kalau Ade baru dua minggu di Tangerang. Bahkan dia mah baru dua hari kerja, ikut suaminya," ungkap Asep yang juga sempat bekerja di pabrik itu pada medio 2009 sampai 2011.

Sementara itu, suasana haru menyelimuti rumah kediaman Sunarya dan Ade.

Puluhan orang berkumpul di rumah berlantai papan berdinding bilik itu.

Seorang ibu muda duduk di pojokan rumah dengan tersedu-sedu.

Siaran berita televisi mengiringi suasana kesedihan di perkampungan terpencil itu.

Sejak kemarin, kata Asep, warga tak pernah mematikan televisinya.

Mereka resah menunggu kabar.

"Kita memang terus memantau kabar lewat televisi. Handphone juga tak pernah mati. Semua menunggu informasi," ujar Asep.

Alasan warga bekerja di pabrik petasan

Kampung Cisitu berada di atas bukit pegunungan Cililin. Jalan selebar dua meter dengan diapit jurang jadi satu-satunya akses menuju kampung itu.

Ali, Ketua RW 09 Desa Batulayang menuturkan, selain bertani, banyak warga Kampung Cisitu yang bekerja sebagai buruh pabrik, salah satunya di gudang mercon milik PT Panca Buana Cahaya Sukses.

Jika dihitung, kata Ali, sudah puluhan warga Kampung Cisitu yang bekerja di pabrik itu secara bergiliran. Namun, hanya 12 warga yang saat ini masih aktif.

"Saling kasih kabar saja antar saudara di sini. Sebetulnya enggak hanya di pabrik itu, banyak juga yang di pabrik lain," ujarnya.

Samsi (24) jadi salah seorang warga yang pernah bekerja di pabrik milik Indra Liyono itu.

Dia menuturkan, awalnya pabrik itu bergerak di bidang percetakan dan pembuatan stiker cutting.

"Saya pernah kerja di sana dulu bukan perusahan kembang api tapi percetakan. Tahun 2008-2009 kalau enggak salah. Gaji per Rp 700.000 per dua minggu. Bahkan saya mah pernah tinggal di rumah Pak Indra," ucap Samsi yang kini bekerja sebagai perangkat Desa Batulayang.

Asep Rustandi pun sempat dua tahun bekerja saat peralihan dari pabrik percetakan menjadi gudang petasan. Namun, ia memutuskan berhenti lantaran sakit.

"Kalau dulu saya di bagian packing. Dulu mah masih gudang. Kalau sekarang jadi pabrik saya kurang tahu. Awalnya memang pabrik stiker, saya juga sempat kerja saat jadi gudang petasan. Jenis petasan untuk tahun baru begitu lah," katanya. (DENDI RAMDHANI)

Artikel Ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Kegelisahan Keluarga Saat Menanti Kabar Korban Kebakaran Pabrik Mercon

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini