Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2018 sebesar Rp 3.648.035 juta masih terus berlanjut.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melanjutkan aksi penyampaian pendapat di Balai Kota DKI Jakarta.
Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan pihaknya sedang melakukan konsolidasi untuk menggelar aksi unjuk rasa susulan, pada Jumat pekan lalu.
Baca: Novanto Dijemput Paksa, Yorrys: Sebagai Kader Golkar Saya Malu
"Rencananya minggu depan buruh akan kembali melakukan aksi ke Balai Kota yang akan diikuti seribuan orang," tutur Said Iqbal, Kamis (16/11/2017).
Selain menggelar aksi, buruh akan mengajukan gugatan terhadap UMP DKI Jakarta tahun 2018 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Buruh juga pernah menggugat UMP 2017 dan PTUN memenangkan gugatan buruh.
"Jika PTUN kembali memenangkan buruh, kami berharap Gubernur DKI Jakarta tidak mengajukan banding dan bersedia merevisi UMP 2018," kata dia.
Selain itu, dia meminta agar Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) DKI Jakarta segera dibahas. Dia berharap, dalam menetapkan UMSP nilainya lebih baik dari nilai upah minimum sektoral UMSK 2018 di Bekasi dan Karawang serta tidak memakai PP 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.
Dalam hitungan sederhana, total kebutuhan adalah Rp 3.458.009. Jika upah buruh Rp 3.640.000, maka tersisa Rp 182.000. Mulai 2018 bisa dipastikan buruh akan nombok berkisar Rp 500.000 perbulan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Dapatkah buruh hidup dengan uang Rp 182.000 per bulan untuk beli pakaian, sepatu, pulsa, jajan,uang sekolah anak,biaya kesehatan kalau jaga orang tua sakit dll, serta memenuhi berbagai kebutuhan lain bersama keluarganya?" tegasnya.
Di berbagai daerah, selama kurun waktu seminggu terakhir buruh juga melakukan aksi unjuk rasa untuk mengawal penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Berbagai aksi dilakukan di berbagai Kabupaten/Kota seperti Tangerang, Cilegon, Serang, Semarang, Bogor, Bandung, Subang, Mojokerto, Sidoarjo, Medan, Batam, dan sebagainya.
Said Iqbal menilai, permasalahan perburuhan dan kesejahteraan rakyat adalah para pemimpin negeri ini yang mengingkari janji politiknya. Salah satunya adalah dengan menerbitkan PP 78/2015 yang berorientasi pada upah murah.
"Padahal saat kampanye presiden Jokowi yang tertuang dalam piagam marsinah berjanji mewujudkan kerja layak, upah layak, dan hidup layak," tambahnya.