TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Respiratori Saddam Al Jihad menyatakan bahwa Indonesia saat ini darurat narkoba.
Hal itu disampaikanya setelah hampir satu bulan terakhir mengamati peredaran narkoba yang semakin marak, apalagi pasca terungkapnya penyelundupan narkotika jenis sabu di Kepulauan Riau.
“Indonesia saat ini darurat narkoba, saya mengamati persoalan ini sejak sebulan terakhir, karena sebagai anak muda kami khawatir jika narkoba akan semakin merusak mental, fisik dan masa depan anak-anak muda Indonesia. Kasus penyelundupan narkotika sebanyak 3 ton pada pekan lalu di KEPRI semakin memperkuat bahwa ancaman generasi bangsa kita adalah narkoba,” papar Saddam melalui keterangan tertulisnya, Senin (5/3/2018).
Menurut Pria asal lampung ini, Narkoba adalah ekstraordinary crime (kejahatan luar biasa) yang harus di lawan dengan instrument hukum yang kuat, agar dapat memberikan efek jera terhadap pecandu, bandar dan pengedar.
“Selama ini kita masih menggunakan UU No 39 tahun 2009 yang didalamnya masih terdapat banyak kekurangan. Pertama, tentang poin penyalahgunaan dan kepemilikan narkotika yang belum jelas, kedua, jenis narkoba yang beredar di Indonesia sudah sangat banyak, namun UU kita belum mengaturnya,” ungkap Saddam.
Berdasarakan laporan dari BNN, sepanjang 2017 ada 46.537 kasus narkoba yang diungkap. Untuk pengguna narkoba sebanyak 1-5 juta dan 600.000-1,2 juta pengguna ada di Jakarta. Laporan Kemenkes pada 2017 menyebut 58.365 orang dijadikan tersangka.
Jika di telisik dari setiap tahunya mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
“Jika mengacu pada data BNN yang terungkap pada tahun 2016 terdapat 868 kasus dengan 1.330 tersangka. Jika di bandingkan dengan data tahun 2017 naik cukup drastis. Artinya anak muda Indonesia tersandera oleh barang-barang terlarang ini, “papar Mahasiswa Doktoral Institute Pemerintahan Dalam Negeri ini.
Saddam mengatakan DPR dan Pemerintah harus peka dan bergerak cepat untuk mengatasi persoalan ini. Bila tidak cepat diatasi maka pemuda Indonesia akan kehilangan cita-cita dan masa depan.
"Untuk itu revisi UU No 39 Tahun 2009 adalah suatu kebutuhan yang mendesak untuk menyelamatkan generasi bangsa," tuturnya.