TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Auditorium kampus Universitas Budi Luhur di kawasan Petukangan, Jakarta Selatan, mendadak berubah jadi serba bernuansa Minang, Sabtu (17/2/2019) malam.
Ratusan orang warga perantauan Minang dari berbagai daerah di Sumatera Barat malam itu tumpah ruah di kampus BUdi Luhur mengikuti Festival Minang yang diselenggarakan pengelola perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan tersebut,
Mengenakan pakaian adat Minang, para ninik mamak datang beriringan menuju lokasi acara dengan disambut musik tradisional Tabuik dari kulit lembu khas Minang yang ditabuh para remaja. Ratusan kursi yang disiapkan panitia nyaris terisi penuh oleh warga Minang perantauan di Jakarta dan Bodetabek yang datang.
Di area outdoor, di arena lapangan basket, puluhan stand menjajakan aneka kuliner khas Minang. Mulai dari jajanan ringan seperti emping, sampai sate padang yang sangat lezat. Ada juga lontong sayur dengan gulai paku (pakis) dan gulai nangka.
Tak ketinggalan ampiang dadiah dan katan sarikayo.
Tribunnews sempat mencoba nikmatnya sate padang ini sebanyak 10 tusuk yang disajikan bersama irisan ketupat ukuran dadu. Hujan deras selama tiga jam yang mengguyur lokasi acara tak menyurutkan minat warga Minang mengikuti acara ini.
Layaknya sebuah festival, acara bertajuk Festival Minang 'Budi Luhur Maimbau Ranah Minang' ini sangat meriah oleh hadrinya beragam seni musik tradisional dan seni sastra lisan bertutur dalam bahasa Minang, dengan iringian musik tradisional Minangkau yang khas.
Alunan saluang, alat musik tiup tradisional dari bambu khas Sumatera Barat mengalun selama acara berlangsung yang dibawakan oleh seniman Katik Batuah.
Malam itu, pemain saluang legendaris Mak Kijok (nama aslinya Muchsin St Bandaro) dari Kampuang Asal Dusun Jambu, Jorong Tanjuangbarulak Kototangah Tialatangkamang, Agam dan Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar, tampil unjuk kebolehan dengan sambutan decak kagum pengunjung.
Di festival ini, para tamu undangan juga melibatkan diri berpartisipasi tampil di panggung. Ada juga yang ikut menari bersama tamu undangan lain. Orangtua, remaja sampai anak-anak tumpah ruah.
Menariknya, di acara ini juga digelar prosesi penyerahan penghargaan untuk Yus Datuk Parpatiah dengan Kategori Pelestari Budaya Minangkabau.
Penghargaan kepada Datuk Pratapia diberikan Kasih Hanggoro, MBA selaku Ketua Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti. Selain anugerah penghargaan, Yus Datuk Parpatiah juga mendapatkan bonus berupa berangkat umrah gratis dari Yayasan Budi Luhur Cakti.
"Beliau itu orang hebat. Karya karyanya ada 100 lebih tak belum terdokumetasikan dengan baik. Sekarang kami berusaha mendokumentasikan karya-karyanya," ungkap Uda Yos Magek Bapayuang, salah satu perantau Minang yang malam itu hadir di acara.
Uda Yos Magek Bapayuang merupakan perantau Minang di Jakarta asal Ladangtibarau, Kototangah, Tialatangkamang, Kabupaten Agam.
Yus Datuk Pratapia sendiri mengaku terkejut atas penghargaan yang diterimanya ini. Dia merasa karya-karya yang dilahirkannya belumlah seberapa.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada Universitas Budi Luhur yang memberikan penghargaan ini. Selama ini karya-karya seni saya, baik berupa kaset maupun puisi tentang Minang belum seberapa. Saya memang konsisten membuat karya-karya tersebut sejak tahun 1980-an sampai sekarang," ungkap Datuk Pratapia.
Festival Minang malam itu makin meriah lagi dengan hadirnya perwakilan dari pemerintah daerah di Sumatera Barat. Diantaranya dari perwakilan Kabupaten Agam serta Pemprov Sumatera Barat.
"Kita mengapresiasi pemberian penghargaan oleh Universitas Budi Luhur ini. Alhamdulillah Universitas Budi Luhur mengangkat sosok beliau. Kita harapkan ke depan ada kerjasama Universitas Budi Luhur dengan Pemprov Sumatera Barat," ungkap Luhur Budianda, Kepala biro Kerjasama, Pembangunan dan Rantau Pemprov Sumatera Barat.
Kasih Hanggoro, Ketua Yayasan Budi Luhur Cakti berharap bisa menggelar festival budaya Nusantara ini setiap tahunnya, dengan menampilkan daerah berbeda di setiap event yang digelar.
"Khusus untuk penghargaan yang kita berikan untuk seniman Minang ini kita dasarkan pada kriteria tertentu. Kita pilih karya yang terbesar di lingkungannya. Tidak harus berskala nationwide tapi memberi dampak positif pada masyarakat," ungkap Kasih Hanggoro.
Dia menambahkan, kandidat masuk saat seleksi ada 12 nama dan kemudian mengerucut pada satu nama. "Kita berusaha selalu menggali orang dengan karya besar. Universitas Budi Luhur kebetulan memiliki program CSR cukup banyak di sana. Lewat kegiatan ini kita ingin lebih dekat lagi dengan warga Minang," imbuhnya.
"Indonesia ini sangat kaya budaya. Jangan sampai kekayaan ini diambil bangsa lain. Semua budaya yang ada di nusantara harus kita jaga dan kita lestarikan. Kegiatan ini menjadi salah satu upaya Universitas Budi Luhur menjaga dan melestarikan budaya Nusantara," ujar Kasih Hanggoro.