Penolakan sempat terjadi ketika petugas Satpol PP dan Polres Metro Bekasi Kota mulai mengarahkan alat berat ke pemukiman warga.
Mereka berdalih kurang mendapatkan sosialisasi serta diperlakukan diskriminasi oleh pemerintah.
Kuasa Hukum warga, RA Siregar mengatakan, selama ini pola sosialisasi dilakukan tanpa adanya akses yang jelas.
Sehingga tidak seluruh warga mengetahui apakah rumahnya terkena dampak penggurusan atau tidak.
"SP (Surat Peringatan)-nya tidak door-too-door, SP 1,2,3 ditumpuk disatu titik sehingga ada yang sampai (ke warga) ada yang tidak," kata RA Siregar, Kamis (25/7/2019) di lokasi penggusuran.
Selain itu, pemerintah juga dinilai diskrimnatif.
Opini ini muncul dibenak warga ketika melihat dilahan yang sejajar dengan pemukiman warga korban penggusuran berdiri sebuah perumahan Casa Alaia Residence.
"Tidak ada sosialisasi yang cukup, kami lihat ada diskriminasi, titik perumahan Casa Alaia yang harusnya dibongkar tidak dibongkar, tapi perumaham warga yang di sepadan (Bantaran Daerah Aliran Sungai Jatiluhur) yang sama dibongkar," ungkapnya.
Pihak warga juga mempertanyakan alasan pembongkaran bangunan untuk keperluan normalisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Jatiluhur.
"Itu Casa Alaia ada jembatan masuk perumahan, terlepas dari itu, alasan yuridis pembongkaran versi camat adalah normalisasi kali. Pertanyaannya, normalisasi dua sisi dong, misal lebar dari bibir sungai 7,5 meter kiri dan kanan. Sementara yang kena bongkar 57 KK adalah sisi kanan sungai, ini yang kita kritik dari aspek keadilan," jelas dia.
Penjelasan Dinas Tata Ruang
Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi berdalih, telah melakukan sosialisasi selama kurang lebih 28 hari sebelum eksekusi pembongkaran bangunan di lahan milik Kemeterian PUPR di Jalan Bougenville Raya RT 001, RW 011, Kelurahan Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi.
Kepala bidang pengendalian ruang Distaru Kota Bekasi, Ashari mengatakan, pihaknya sebelum eksekusi yang dilakukan hari ini, Kamis (25/7/2019), sebanyak tiga kali surat peringatan dilayangkan kepada warga disampaikan melalui kelurahan dan kecamatan.
"SP (surat peringatan) tiga kali, SP pertama 12 Juni 2019, SP kedua 2 juli 2019 dan SP ketiga 9 Juli 2019, lalu surat perintah bongkar kita beritahukan 16 Juli 2019 hari ini eksekusi," kata Asahari, Kamis (25/7/2019).