Berikut ini pidato lengkap Sekjen PB AMAN Rukka Sombolinggi dalam pembukaan Peringatan 20 Tahun AMAN dan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 9 Agustus 2019.
Perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara - 20 Tahun AMAN & Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2019 “Meneguhkan Tekad, Memperkuat Akar, Mengedepankan Solusi”
Hidup Masyarakat Adat!
Masyarakat Adat Bangkit Bersatu! Berdaulat!
Bangkit Bersatu! Mandiri!
Bangkit Bersatu! Bermartabat!
Pertama-tama, ijinkan saya menyampaikan hormat kepada semesta, para leluhur masyarakat adat, dan puji syukur kepada Yang Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta untuk kebahagiaan kita pada hari yang sangat bersejarah ini.
Ketua dan anggota Dewan AMAN Nasional dari 7 region yang saya hormati, seluruh Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, Organisasi Sayap, Badan Otonom dan Lembaga Ekonomi AMAN yang saya banggakan, seluruh Anggota AMAN di penjuru Nusantara yang saya muliakan, serta para sahabat yang telah setia berjuang bersama Masyarakat Adat selama ini.
Rasa bangga dan terima kasih kepada saudara-saudara kita utusan masyarakat adat dari berbagai penjuru dunia. Yang datang dan hadir membawa semangat persaudaraan dan solidaritas. Dari Africa, Pacific, Asia, Latin Amerika, Amerika Utara, Arctic.
Hari ini kita berkumpul di tempat ini. Kita mengenang sebuah peristiwa 20 tahun lalu, utusan Masyarakat Adat dari seluruh pelosok Nusantara, bersama para pejuang hak-hak Masyarakat Adat berkumpul di Hotel Indonesia, Jakarta, menyatukan tekad dan langkah melalui Kongres Masyarakat Adat Nusantara.
Kongres pertama ini mendeklarasikan Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan bersepakat membentuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sebagai wadah perjuangan merebut kembali kedaulatan Masyarakat Adat sebagai warga negara yang setara dengan warga negara yang lain, sebagai penyandang hak-hak konstitusional di dalam Negara Republik Indonesia sesuai amanat UUD 1945. Bangkit bersatu mewujudkan Masyarakat Adat dan Bangsa Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya.
Bapak Ibu dan saudara-saudaraku yang saya muliakan,
Mengapa Masyarakat Adat harus bangkit bersatu dan bergerak bersama?
Selama puluhan tahun sejak Indonesia merdeka, Masyarakat Adat masih terus mengalami berbagai bentuk penindasan, pengabaian dan perampasan atas hak-hak asal-usulnya. Kemerdekaan Indonesia sebagai Negara-Bangsa di tahun 1945 tidak otomatis membebaskan Masyarakat Adat dari beragam bentuk penjajahan.
Bahkan di masa Rejim Orde Baru bentuk-bentuk penjajahan bagi Masyarakat Adat itu terasakan lebih meluas dan jauh lebih berat dari masa-masa sebelumnya. Dimana-mana terjadi perusakan dan perampasan wilayah-wilayah adat, kriminalisasi dan kekerasan terhadap warga adat, serta diskriminasi dalam bidang ekonomi, politik, hukum, maupun sosial budaya.
Oleh sebab itu, sejak pertengahan tahun 1980-an, perlawanan Masyarakat Adat terhadap berbagai kebijakan pemerintah mulai bermunculan secara sporadis di berbagai wilayah Indonesia.
Situasi ini, kemudian mendorong terbentuknya sebuah wadah yang diberi nama Jaringan Pembela Hak-hak Masyarakat Adat (JAPHAMA) yang dipelopori para tokoh adat, akademisi, pendamping hukum dan aktivis gerakan sosial pada tahun 1993, di Toraja-Sulawesi Selatan. JAPHAMA menumbuhkan benih perlawanan, merawat semangat dan solidaritas Masyarakat Adat yang terus bertumbuh di seluruh pelosok Nusantara.