Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menemukan bahwa kondisi cekungan air tanah (CAT) Jakarta membaik selama lima tahun belakangan.
Hal itu terus dipantau Balai Konservasi Air Tanah (BKAT) yang berkantor di Jalan Tongkol, Pademangan, Jakarta Utara.
Membaiknya CAT Jakarta yang sempat menurun drastis sejak 2009-2013 disebabkan beberapa faktor, mulai dari pengawasan di lapangan hingga eksploitasi air tanah yang disinyalir mulai berkurang.
CAT Jakarta dibagi menjadi lima zona berdasarkan kondisinya. Kelimanya ialah zona aman, zona rawan, zona kritis, zona rusak, dan zona imbuhan.
Membaiknya kondisi air tanah diindikasikan dengan bertambahnya presentasi zona aman dan berkurangnya zona rusak selama 2013-2018.
Berdasarkan data per tahun 2018, zona rusak dari CAT di Jakarta mencapai 14%. Sementara itu, zona aman ada di angka 22%.
Angka zona rusak di tahun 2018 bertambah drastis dibanding tahun 2009 yang hanya 1%. Sementara angka zona aman menurun dibanding tahun 2009, yakni sebesar 46 %.
Akan tetapi, ada kenaikan sebesar satu persen terkait zona aman dari tahun 2013 (21%) ke tahun 2018 (22%).
Adapun per tahun 2018, luasan zona kritis mencapai 25%, zona rawan 14%, dan zona imbuhan 25%.
Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM Andiani menuturkan, ada perbaikan dalam kinerja di lapangan yang membuat laju perluasan zona rusak bisa ditekan 1% persen selama 5 tahun.
Salah satunya dengan tidak merekomendasikan Pemprov DKI Jakarta memberikan izin kepada pihak-pihak yang ingin membuat sumur resapan air tanah di lokasi yang tidak memenuhi syarat.
"Dalam jangka waktu beberapa tahun ini kami melihat ada beberapa perbaikan dari yang sudah kami lakukan," katanya.
Melalui BKAT, setiap tahunnya, dilakukan kegiatan survey kuantitas dan kualitas air tanah.
Data-data hasil survey akan dianalisis dan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan peta zonasi konservasi air tanah.